Ahli: UU Lalu Lintas Cabut Kewenangan Daerah

oleh
oleh

Ahli Tranportasi Syaidina Ali menyatakan diberlakukannya Undang-undang (UU) No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya telah menarik kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur lalu lintas. <p style="text-align: justify;">"Pemerintah daerah bisa mengatur lalu lintas dan asetnya sudah banyak, namun kewenangannya ditarik oleh (pemerintah) pusat," kata Syaidina Ali, saat menjadi ahli pemohon dalam sidang uji materi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Kamis (17/02/2011). <br /><br />Dia juga menilai UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya ini juga bertentangan dengan UU nomor 32 tentang Pemerintahan Daaerah yang mengtur masalah perhubungan. <br /><br />Dia juga menyoroti banyaknya ahli tranportasi dari berbagai daerah yang mampu dijadikan bahan masukan untuk permasalahan di daerahnya tidak bisa diberdayakan dengan UU Lalu Lintas ini. <br /><br />"Pemecahan lalu lintas harus diselesaikan bersama oleh berbagai instansi yang terkait, apalagi Kepolisian tidak memiliki keahlian dalam manajemen," kata Syaidina Ali. <br /><br />Hal ii diungkapkan mantan pejabat Dinas Perhubungan Sumatera Selatan ini memperkuat permohonan uji materi UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Pengamat Transportasi M Husain Umajohar. <br /><br />M Husain dalam permohonannya menyatakan bahwa UU nomor 22 tahun 2009 sangat berbahaya bagi publik, khususnya masyarakat pemakai jalan maupun pengguna jasa angkutan umum jika diimplementasikan. <br /><br />Pengamat Transportasi ini juga menganggap UU tersebut sangat bertentangan dengan sistem transfortasi nasional yang bisa memicu terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan. <br /><br />Dalam permohonan juga menyebut kewenangan pemerintah daerah dalam mengatur lalu lintas hilang akibat diberlakukannya UU ini. <br /><br />Husain menyatakan pasal 7 ayat (2), pasal 60 ayat (4), pasal 71 ayat (1), pasal 93 ayat (3), pasal 96 ayat (4) (5) (6), pasal 134 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya bertentangan dengan UUD 1945. <strong>(phs/Ant)</strong></p>