AJI Pontianak Tolak Kekerasan Terhadap Jurnalis

oleh
oleh

Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak melakukan aksi damai, menolak kekerasan terhadap jurnalis dan meminta diberikan upah yang layak. <p style="text-align: justify;">"Hingga saat ini masih banyak para jurnalis yang diproses hukum, ketika mereka menulis dengan keras dan tulisannya yang berisi kritikan, misalnya soal rekening gendut polisi," kata Ketua AJI Pontianak Heriyanto Sagiya saat melakukan orasinya di Tugu Bundaran Digulis Untan Pontianak, Senin.<br /><br />Heriyanto menjelaskan apa yang dilakukan oleh aparat hukum maupun lainnya terhadap para jurnalis itu bertentangan dengan UU Pers.<br /><br />"Maka kita harus melakukan perlawanan terhadap kekerasan terhadap jurnalis. Selain itu, masih banyak teman-teman yang digaji rendah, malah dibayar di bawah UMR," ungkapnya.<br /><br />Dalam kesempatan itu, Ketua AJI Pontianak meminta kepada para pemilik media untuk memberikan gaji yang sepadan. "Bila perlu para jurnalis diberikan gaji Rp10 juta/bulan sesuai dengan kebutuhan hidup sekarang," kata Heriyanto.<br /><br />Peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia 2015 ini, juga sebagai momen menuntut diselesaikannya berbagai kasus kekerasan pada jurnalis yang beberapa di antaranya berujung pada kematian, kata Heriyanto.<br /><br />Sejak tahun 1992, tercatat 1.123 jurnalis di seluruh dunia terbunuh karena aktivitas jurnalistiknya, dan 19 diantaranya terbunuh pada 2015 ini. Sementara di Indonesia, sejak 1996, ada delapan kasus kematian jurnalis yang belum diusut tuntas oleh kepolisian, ditambah 37 kasus kekerasan yang terjadi sepanjang tanggal 3 Mei 2014 – 3 Mei 2015, sebelas dari 37 kasus kekerasan ini dilakukan oleh polisi, enam kasus dilakukan orang tak dikenal, empat kasus dilakukan satuan pengamanan atau keamanan, empat kasus dilakukan massa, dan lainnya oleh berbagai macam profesi.<br /><br />Semua kasus kekerasan atas jurnalis yang dilakukan polisi tidak pernah diselesaikan sampai ke jalur hukum, katanya.<br />Ada delapan kasus pembunuhan jurnalis tanpa ada pengusutan terhadap pelaku, tujuh jurnalis lainnya adalah Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalbar tewas, 25 Juli 1997); kemudian Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press tewas di Timor-Timur, 25 September 1999); Muhammad Jamaludin (jurnalis TVRI di Aceh, tewas 17 Juni 2003); Ersa Siregara (jurnalis RCTI tewas 29 Desember 2003); Herliyanto (jurnalis tabloid Delta Pos, tewas 29 April 2006); Adriansyah Matra’is Wibisono (jurnalis TV lokal Merauke, tewas 29 Juli 2010); dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas 18 Desember 2010).<br /><br />Berangkat dari itu, dalam rangka Peringatan Hari Pers Internasional yang digelar di Tugu Bundaran Digulis Untan Pontianak AJI Pontianak menyerukan, menolak setiap aksi kekerasan terhadap jurnalis, mendesak diusutnya kasus kekerasan terhadap jurnalis Tribun Pontianak, Rihard Nelson Silaban yang dilakukan oleh calon Bupati Landak, Syahdan Anggoi dan pendukungnya di Kabupaten Landak pada 8 Juni 2011.<br /><br />Kemudian usut tuntas kasus kekerasan terhadap jurnalis Kalbar, antara lain, kasus pemukulan terhadap wartawan Metro Pontianak, Arief Nugroho dan wartawan Metro TV, Faisal pada 13 Maret 2010 yang dilakukan oleh oknum mahasiswa Fakultas Teknik Untan. Mendesak diusutnya kasus pembunuhan wartawan Udin Bernas yang hingga kini belum tuntas.<br /><br />Dalam kesempatan itu, AJI Pontianak juga menyerukan stop mempekerjakan jurnalis tanpa kontrak yang jelas dan perjelas status kontributor (stringer), tingkatkan kesejahteraan jurnalis dengan memberikan upah layak dan berbagai tunjangan lain, serta selesaikan sengketa jurnalistik dengan menggunakan UU Pers, kata Heriyanto. (das/ant)</p>