Banyak Kebijakan Membuat Kualitas Hidup Merosot

oleh
oleh

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai, masih banyak kebijakan Pemerintah yang membuat kualitas hidup masyarakat merosot. Ironisnya, ketika kebijakan yang disusun Pemerintah itu implementasinya gagal, yang menjadi korban adalah masyarakat. <p style="text-align: justify;">“Kita harus cari tahu faktor-faktor yang menyebabkan kemerosotan itu. Merosotnya pendapatan negara adalah karena kapasitas pemerintahan yang rendah,” tegas Fahri saat menemui perwakilan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2016).<br /><br />Contohnya, tambah politisi F-PKS itu, ketika Pemerintah gagal meningkatkan penerimaan negara, yang dikorbankan adalah masyarakat luas, seperti dicabutnya subsidi, naiknya tarif dasar listrik, dan lainnya.<br /><br />“Kita harus punya formulasi soal peta permasalahan. Selama pemerintahan ini, banyak kebijakan yang membuat kualitas hidup ini mengalami kemerosotan. Untuk KSPI, kita coba buat kajian bersama,” imbuh politisi asal dapil NTB itu.<br /><br />Dalam kesempatan yang sama, Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, pihaknya menuntut Pemerintah untuk mencabut pasal 44 Ayat 2 Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Upah, yang intinya terkait kenaikan upah berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.<br /><br />“Upah rata-rata Indonesia masih rendah dibanding Vietnam. Kalau dibilang upah kita tinggi, bohong juga. Penurunan daya beli, karena upah murah, pertumbuhan ekonomi tidak naik juga. Dengan adanya PP ini, mengembalikan rezim kepada upah murah. Pengupahan dikendalikan oleh negara, dan tidak diimbangi dengan subsidi. Ini memberatkan,” tegas Iqbal.<br /><br />Ia juga meminta, ketika Pemerintah merevisi PP itu, hendaknya melibatkan stakeholder, yakni serikat buruh, APINDO, Kadin, dan Pemerintah Daerah.<br /><br />Berikutnya, yang menjadi tuntutan KSPI terkait dengan penghilangan hak berunding serikat buruh terkait kenaikan upah minimum. Padahal kenaikan upah itu diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 Pasal 88 dan 89, mewajibkan adanya perundingan di tingkat Dewan Pengupahan Daerah Provinsi maupun Kabupaten atau Kota.<br /><br />Hasil perundingan itu kemudian direkomendasikan oleh Bupati atau Walikota kepada Gubernur, untuk menetapkan upah minimum. Didahului dengan dialog seberapa kenaikan upah minimm, berdasar hasil survey.<br /><br />“Dengan adanya PP itu, hak berunding itu menjadi hilang, dan melanggar konstitusi UU No 13 Tahun 2003, pasal 27 Ayat 2 UUD 1945, Konvensi ILO No 89 tentang Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO N0 89 tentang Berunding, serta Konvensi ILO No 131 tentang Upah Minimum,” tuntut Iqbal.<br /><br />Selain itu, KSPI juga menyoroti UU Tabungan Perumahan Rakyat, dan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (sf)<br /><br />Sumber: http://www.dpr.go.id</p>