Dadi Sunarya : Bersama Santri Damailah Negeriku

oleh

Melawi (kalimantan-news.com) – Wakil Bupati Melawi  Dadi Sunarya Usfa Yursa pada peringatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2019 di Melawi berharap para santri akan selu membawa perdamaian di Indonesia. Mengingat sejarah mencatat, bagaimana peranan para Santri pada masa perang ikut serta merebut kemerdekaan dengan para pejuang lainnya.

“Saya berharap,  Mudah-mudahan para santri bisa terus membawa perdamaian ke seluruh pelosok Indonesia. Bersama Santri, damailah Negeriku. Tentunya kita berharap Semangat kebangsaan, cinta tanah air, rela berkorban untuk bangsa dan negara serta dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ada pada para Santri tidak pernah hilang,”ungkapnya, Srlasa (22/10) pada pelepasan pawai akbar HSN di halaman rumahnya.

Pria yang menduduki jabatan sebagai ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) tersebut berharap para Santri dapat terus menambah wawasan di era globalisasi saat ini. Ia juga menyampaikan ucapan selamat hari santri kepada seluruh Peserta pawai akbar itu. “Selamat Hari Santri. Dari Santri untuk Negeri , Santri sejati Ikhlas , mengabdi sepenuh hati,” ucapnya.

Ratusan santri di Kabupaten Melawi yang berasal dari sejumlah Pesantren mengikuti pawai akbar memperingati HSN 2019 yang diselenggarakan pondok pesantren Bustanul Quran. Berbagai poster pun ditampilkan dalam pawai tersebut, terutama berkaitan dengan harapan para santri di Melawi para Santri yang mayoritas berasal dari Pesantren Bustanul Quran ini berjalan kaki dari Masjid Nurul Iman mengeliling sepanjang jalan utama Kota Nanga Pinoh menuju rumah dinas Jabatan Wakil Bupati Melawi di jalan Kramat Raya. Dalam kesempatan itu para Santri di Melawi juga mendoakan agar Wakil Bupati Melawi selalu diberikan kesehatan dan pertolongan dari Allah Subhannallahu Wa Taala dalam menjalankan tugasnya saat ini di pemerintahan.

Pada kesempatannya, Pimpinan Pondok Pesantren Bustanul Quran, KH Joko Supeno Mukti berharap kepada pemerintah untuk memeperhatikan dunia pesantren. Terutama hal dukungan sarana dan prasana pesantren. Ia mengatakan, mengatakan, di Pesantren Bustanul Quran yang hafiz 30 juz ada sebanyak 9 santri. Sedangkan yang hafiz antara 5-20 juz ada sekitar 60 santri.”Harapan Saya Melawi,  semoga Melawi makin maju, agamis dan bermartabat,” harapnya.

Pria yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Melawi itu menceritakan, Hari Santri Nasional, diperingati sesuai penetapan presiden nomor 22 tahun 2015 dan di perkuat undang-undang nomor 18 tahun 2019 tentang pesanten. Dari sejak di tetapkan itu pondok BQ selalu menyelenggarakan peringatan setiap tahunnya dengan tema yang berbeda. Secara berurutan pada tahun 2016 mengusung tema Dari Pesantren Untuk Indonesia. Kemudian pada tahun 2017 temanya wajah pesantren wajah Indonesia, selanjutnya pada tahun 2018 yakni Bersama santri damailah Negeri. Dan tahun ini mengusung tema santri Indonesia untuk perdamaian dunia.

“Isu perdamaian dunia di angkat bahwa sejatinya pesantren adalah Laboratorium Perdamaian. Sebagai laboratorium perdamaian pesantren merupakan menyemai ajaran Islam rohmatan Lil Al-Amin yakni Islam teladan, modetat dan unggul,”paparnya.

Joko mengatakan, setidaknya ada beberapa alasan dan dasar mengapa pesantren layak disebut sebagai laboratorium perdamaian, pertama karena kesadaran harmoni beragama dan bernegara. Fakta sejarah bahwa perlawanan kultural di masa penjajahan, perebutan kemerdekaan, pembentukan dasar negara, resolusi jihad 1945, hingga melawan pemberontak PKI tidak lepas dari kalangan pesantren. Yang Kedua metode mengaji dan mengkaji. Mendapatkan bimbingan, teladan dan transfer ilmu langsung dari para kyai, para ustad. Di pesantren juga diterapkan kajian keterbukaan yang bersumber dari berbagai kitab lintas mazhab. Jadi para santri di didik untuk belajar menerima perbedaan. Yang ketiga para santri biasanya di ajarkan untuk khidmad pengabdian. Ini merupakan ruh dan prinsip loyalitas santri, etika agama dan realitas kebutuhan sosial.

Yang keempat pendidikan kemandirian, kerja sama dan saling membantu di kalangan santri. lantaran jauh dari keluarga, santri terbiasa hidup mandiri, memupuk kerjasama, gotong royong sesama pejuang ilmu. Selanjutnya yang ke lima merawat khasanah kearifan lokal. Relasi agama dan tradisi lokal begitu kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia,kesenian, sastra. Pesantren menjadi ruang kondusif untuk menjaga lokalitas di tengah arus zaman yang pragmatis dan materialistis.

“Keenam prinsip maslahat atau kepentingan umum merupakan pegangan yang sudah tidak bisa di tawar lagi oleh kalangan pesantren. Dan yang ke tujuh penanaman spritual melalui amalan – amalan syariat seperti zikir dan puasa sehingga akan melahirkan fikiran dan tindakan yang benar, ” pungkasnya. (Irawan/KN)