MELAWI – Sebanyak 14 aset lahan Pemkab Melawi diketahui sampai kini masih bermasalah karena dikuasai ataupun tercatat atas nama orang lain. Bagian Hukum dan HAM Setda Melawi terus mengupayakan agar persoalan ini bisa segera dituntaskan. Aset lahan Pemda yang bermasalah tersebut diantaranya yang pertama Tanah lokasi perumahan dinas (eks balai pengobatan Nanga Pinoh) yang sudah dibuat sertifikat atas nama Bahtiar Amir pada 1983. Yang kedua, tanah lokasi perumahan dinas (eks paramedis) yang sudah dibangun rumah atas nama Eppeda, yang ketiga, tanah lokasi perumahan pegawai kantor camat dan puskesmas Nanga Pinoh yang telah diklaim oleh ahli waris Alm. Syamsudi B Zain, yang keempat, tanah lokasi eks Jupen yang telah bersertifikat atas nama Basyuni.
Kemudian yang ke lima, tanah lokasi eks BKPH Nanga Pinoh, bangunan lama ini sudah dibongkar dan saat ini sudah disertifikat atas nama Rustam Effendi dan kini sudah berbentuk ruko (depan eks kantor camat Nanga Pinoh lama). Yang keenam, tanah lokasi mess atau wisma atau asrama kehutanan Nanga Pinoh yang telah disertifikat atas nama Sasrudin M Satim (mantan kepala kantor KPH Sintang Selatan). Yang ketujuh, tanah lokasi perumahan dinas eks kehutanan pemangku hutan Sintang Selatan yang telah disertifikat atas nama Sasrudin M Satin. Yang kedelapan, tanah lokasi eks RPH (rumah pemotongan hewan) yang dikuasai pihak lain. Yang kesembilan, tanah lokasi BBI Nanga Pinoh Desa Paal yang telah disertifikat atas nama Rafael Eli. Tanah ini pernah dimohon ruislag kepada Pemkab Sintang, namun belum pernah mendapat persetujuan dari DPRD Sintang.
Yang lainnya, yakni yang ke sepuluh yakni, tanah lokasi komplek perkantoran sembilan milik Pemkab Melawi, yang sudah disertifikat atas nama Pemkab Melawi, namun, buku yang lama belum diganti dengan buku yang baru, satu harus turun waris dan enam sertifikat dilakukan pemecahan dan belum atas nama Pemkab Melawi. kesebelas, tanah lokasi SMPN 1 Ella Hilir, sebagian besar tanahnya sudah dibangun rumah permanen oleh warga sekitar, sertifikat atas nama Departemen P dan K seluas 31.662 meter persegi. Yang kedua belas, tanah lokasi Balai Benih Ikan Nanga Pinoh di Desa Sidomulyo yang dikuasai pihak lain. Yang ke tiga belas, tanah lokasi workshop yang dibeli Saudara Ahmad Jeri, namun tumpang tindih dengan SKT pihak lain atas nama Tahmrin, dan yang ke empat belas yakni, tanah lokasi pembuangan akhir sampah Nanga Pinoh yang sudah sertifikat atas nama pihak lain seluas 5.834 meter persegi.
Kasubag Bantuan Hukum dan HAM Setda Melawi, Plorius mengungkapkan, awalnya ada 16 aset lahan milik Pemkab Melawi yang bermasalah. Aset ini sebagian besar dikuasai oleh pihak lain. Dari 16 aset yang bermasalah ini, baru dua yang saat ini sudah mendapat titik terang. Yakni tanah lokasi pasar Desa Batu Nanta di Kecamatan Belimbing serta lokasi Kantor Dinas Pertanian dan Perikanan.
“Para pihak sudah menyetujui dokumen terkait. Sedangkan untuk proses balik nama, sertifikat dilakukan nanti oleh Bidang Aset BPKAD,” jelasnya, belum lama ini.
Ia mengatakan, Penyerahan penanganan aset bermasalah oleh Bidang Aset pada Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Melawi ke Bagian Hukum Setda Melawi untuk memfasilitasi penyelesaian aset yang bermasalah ini sudah dilakukan pada 2017 lalu, dan Bagian Hukum sudah mengambil langkah melalui dua jalur, yakni mitigasi atau proses pengadilan serta non mitigasi.
“Hanya kami lebih mengupayakan melakukan pendekatan non mitigasi seperti negosiasi, konsultasi dan pendekatan pada pihak yang diduga menguasai aset Pemda ini,” terangnya.
Sebagian besar aset bermasalah memang merupakan bagian dari penyerahan aset P3D dari Kabupaten Sintang saat pemekaran Melawi. Banyak aset bermasalah merupakan aset eks kehutanan yang tersertifikat atas nama pribadi.
Tanah eks kehutanan ini tersebar tiga titik, yakni Kantor Dinas Pangan dan Perkebunan, wisma atau asrama yang berada di belakang kantor tersebut, serta satu eks BKPH yang kini sudah berdiri ruko beberapa pintu.
Permasalahan aset ini, menurut Plorius mempengaruhi penilaian BPK terhadap laporan keuangan Pemkab Melawi setiap tahunnya. Karena itu, ia mengupayakan penyelesaian melalui jalur non mitigasi.
“Kalau ini tidak berhasil, maka kita baru melakukan somasi pada pihak terkait yang menguasai aset tersebut. Artinya ini akan dibawa ke ranah pengadilan. Tak nyaman juga menggugat masyarakat sendiri. Kecuali kalau tak berhasil melalui pendekatan kekeluargaan,” katanya.
Sedangkan, untuk sertifikat lahan yang telah dibangun perkantoran, Plorius menilai memang yang menjadi hal sertifikat ini masih atas pemilik lama. Pihaknya sampai kini belum bisa bertemu atau berkomunikasi dengan pemilik lama lahan.
“Dokumen-dokumen saat ini masih berada di bidang Aset BPKAD. Kita upayakan untuk segera diselesaikan. Hanya untuk tahun ini kita akan fokus menyelesaikan dua aset yakni tanah workshop serta tanah di TPA Tanjung Tengang,” jelasnya.
Sebelumnya, Sekda Melawi, Ivo Titus Mulyono pernah mengungkapkan, memang ada sejumlah aset Pemda yang masih berpolemik. Tak jauh-jauh, tanah Pemda yang kini banyak dibangun perkantoran tak seluruhnya tuntas. “Tanah kita seluas 87 hektar yang dibeli Pemda ini belum clear untuk balik namanya. Jadi masih atas nama pihak ketiga yakni PT Bintang Kenari Jaya,” terangnya.
Aset ini menurut Ivo, sebenarnya tercatat di dalam data aset Pemkab. Hanya karena bukti kepemilikan itu masih atas nama pihak ketiga dan belum dibalik nama. Makanya agak rumit, saat Pemkab akan menghibahkan ke instansi lain. Namun, untuk membangun kantor atau dinas, tak bermasalah.
“Maka kita akan ambil langkah hukum pada pihak ketiga ini agar persoalan aset ini tuntas. Sehingga puluhan hektare tanah itu menjadi atas nama Pemkab Melawi,” paparnya.
Sementara itu, DPRD Melawi sudah memberikan rekomendasi pada Bupati Melawi untuk menuntaskan 14 aset milik Pemkab yang masih bermasalah sampai saat ini. Dalam lampiran rekomendasi LKPJ Bupati Melawi yang ditandatangani Ketua DPRD Abang Tajudin disebutkan, Bupati Melawi diharapkan lebih serius dalam menyelesaikan kasus tanah negara dan melakukan penataan dan pengelolaan aset milik Pemkab agar ada jaminan hukum hak kepemilikan yang jelas. Aset yang belum tertata dengan baik sampai saat ini, menjadi salah satu catatan oleh BPK RI sehingga berdampak juga pada penilaian opini BPK yang belum mampu mencapai WTP.
Anggota DPRD Melawi, Mulyadi meminta, agar Pemkab bisa lebih konsen dalam menyelesaikan persoalan imi. Menurutnya, persoalan legalitas kepemilikan aset yang tidak jelas bisa membawa masalah bagi Pemkab Melawi ke depannya.
“Penyelesaian persoalan aset bukan hanya untuk yang ada di dalam kota saja, tapi juga mencakup yang berada di desa dan kecamatan. Karena banyak lahan Pemkab yang dulunya dihibahkan masyarakat, kemudian saat ini diklaim orang saat aset tersebut memiliki nilai yang tinggi,” katanya.
Mulyadi mengungkapkan, penyelesaian aset sudah dilakukan sejak dirinya memimpin Pansus aset di tahun 2009. Hanya karena menjelang berakhirnya masa jabatan DPRD saat itu, maka rekomendasi Pansus aset tak terlalu maksimal.
“Saat itu kerja Pansus belum tuntas, walau begitu kita sudah pangggil tokoh masyarakat serta berbagai pihak yang mengetahui kalau aset yang diklaim itu benar milik pemkab Melawi,” pungkasnya. (Ed/KN)