Dewan Minta Eksekutif Merasionalisasi Belanja

oleh
oleh

MELAWI, (Kalimantan-News) – Hingga saat ini antara eksekutif dan legislatif belum menemukan sebuah kesepakatan mengenai persoalan APBD Melawi. Dimana pihak legislatif meminta pihak eksekutif agar membayar hutang jangka pendek yang berkisar Rp. 34 milyar, untuk segera dibayar melalui APBD tahun 2018.

“Kita pertama meminta pihak eksekutif merasionalisasi nilai belanja. Kita tidak meminta struktur belanja yang sudah disepakati melalui paripurna dan hasil ekesistensi di Gubernur. Tapi mengingat hutang jangka pendek kepada pihak ketiga dan mengingat masyarakat banyak, maka kami meminta pihak eksekutif memasukan proses pembayaran hutang itu dalam draf APBD 2018,” ungkap ketua DPRD melawi didampingi Wakil Ketua I DPRD melawi, Kluisen dan sejumlah anggota DPRD lainnya, Rabu (31/1).

Namun, lanjut Tajudin, oihak eksekutif memintauntuk masuk didalam perubahan. Pihak legislatif tidak masalah dengan permintaan tersebut, namun sumber dana yang memang harus jelas. Artinya mengatasi masalah tidak menimbul masalah lagi.

“Kalau didalam APBD Perubahan, tentu itu hanya menggeser persoalan ke beberapa bulan kedepan saja, bukan menghilangkan masalah, hanya untuk sementara dan membuat runyam dan semakin bermasalah yang fatal bagi kepentingan masyarakat. Apalagi melawi ini defisit, yang tentu beresiko sangat tinggi. Maka dari itu kami meminta kejelasan sumber dana untuk pembayaran ini dengan merasionalisasikan belanja yang ada,” terangnya.

Tajudin mengatakan, pihaknya sudah beberapa kali melakukan pertemuan dan rapat bersama eksekutif yang mana dari pihak kesekutif dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda), namun tidak juga menemukan belum menemukan kesepakatan.

“Inilah yang membuat berlarut-larutnya proses APBD sampai hari ini. kita minta harus ada solusi dan jalan keluarnya. Kalaupun dibayarkan di APBD perubahan, namun skema dan sumbernya harus diperjelas. Salah satunya yang kjita sarankan yakni merasionalkan belanja-belanja yang belum urgen, agar APBD kedepannya tidak lagi menimbulkanpersoalan yang semakin parah, seperti gagal bayar,” katanya.

Semenatar itu, Kluisen menambahkan, apa yang disampaikan ketua DPRD Melawi mengenai APBD 2018 gagal bayar kepada pihak ketiga yang sudah mendaptkan SP2D, yang mana ketika mau menerima uang, namun uangnya tidak ada. hal itu sudah dilakukan rapat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang waktu itu dipimpin Sekda, belum bisa mengambil keputusan. “Karena Bupati tidak hadir pada waktu itu,” ucapnya.

Dalam rapat tersebut, kata Kluisen, pihaknya ingin bersama TAPD untuk melakukan rasionalisasi kegiatan-kegiatan yang besar, yang mungkin tidak terlalu urgen dilakukan penundaan dan yang besar kita kurangi, untuk membayar hutang jangka pendek.

“Tapi kemarin kami ketemu pak Sekda dan DPPKAD yang diutus Bupati untuk berbicara dengan DPRD. Rasionalisasi yang diinginkan seperti pembangunan jembatan. Jembatan tidak harus lansung dianggarkan satu jembatan Rp. 30 Milyar yang dibayar dalam dua tahun. Konsep yang kami tawarkan, artinya jembatan ini dilaksanakan terus artinya Multiyears, tapi pembayaran dilakukan tiga tahun. Tapi pihak eksekutif tidak mau. Sehingga disitu cukup membengkak anggarannya,” katanya.

Tidak hanya itu, lanjut Kluisen, juga ada kantor Bupati yang juga dianggarkan. Yang mana Ia berpikir kantor bupati belum terlalu urgen, karena sampai saat ini pelayanan kepada masyarakat masih terus berjalan dan lancar.

“Harusnya gunakan bangunan yang ada saja dulu, kalau kita ingin menyelesaikan persoalan yang ada. ini yang sedikit berat menurut saya, dan jika tidak segera diselesaikan persoalan hutang jangka pendek ini akan berkepanjangan. Karena kepada pihak ketiga itu selalu menuntuk minta pembayaran. Saya sudah coba-coba oret dan mendapatkan pengurangan atau merasionalisasikan belanja hingga memperoleh hasil Rp. 48 milyar. Jadi itu yang kita minta, adanya kepastian untuk membayar hutang jangka pendek itu tadi,” pungkasnya. (Edi/KN)