DPR Tunda Pengambilan Keputusan Asumsi Makro APBNP

oleh
oleh

Komisi XI DPR RI menunda pengambilan keputusan terkait dengan asumsi makro APBN Perubahan 2013 dalam rapat kerja gabungan, Senin (27/5) malam, karena sejumlah anggota legislatif masih meminta pendalaman mengenai revisi asumsi makro yang diajukan Pemerintah. <p style="text-align: justify;">"Rapat diskors sampai pukul 14.00 WIB besok," kata Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis yang memimpin raker gabungan bersama Kementerian Keuangan, Bappenas, Bank Indonesia, serta Badan Pusat Statistik di Kompleks Senayan, Jakarta.</p> <p style="text-align: justify;">Raker gabungan sendiri dimulai pada pukul 10.30 WIB dan sempat diskors pada pukul 14.00 WIB. Raker dilanjutkan kembali pada pukul 19.30 WIB hingga akhirnya kemudian diskors kembali pada pukul 23.15 WIB.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam APBN Perubahan 2013 ini, Pemerintah mengajukan revisi asumsi makro, yakni pertumbuhan ekonomi menjadi 6,2 persen dari target APBN sebesar 6,8 persen, inflasi menjadi 7,2 persen dari target inflasi sebelumnya 4,9 persen, nilai tukar dari sebelumnya Rp9.300 per dolar AS menjadi Rp9600 per dolar AS, sedangkan untuk tingkat bunga SPN (Surat Perbendaharaan Negara) tiga bulan tetap 5 persen.</p> <p style="text-align: justify;">Menteri Keuangan Chatib Basri dalam rapat menegaskan bahwa pengajuan APBNP bukan dikarenakan rencana kenaikan harga BBM, melainkan lebih pada implikasinya, seperti pemotongan anggaran kementerian atau lembaga sehingga memerlukan persetujuan DPR.</p> <p style="text-align: justify;">"Isu mengenai BBM, bukan masalah defisitnya, melainkan ketidakadilan dalam struktur subsidi yang juga dinikmati oleh orang-orang kaya. Yang penting adalah bagaimana membuat anggaran lebih pro kepada yang miskin dengan struktur mengarah pada yang lebih adil," ujar Chatib.</p> <p style="text-align: justify;">Pernyataan Chatib itu sempat dipertanyakan oleh anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfi Othniel Fredric Palit yang menyoroti konsistensi Pemerintah.</p> <p style="text-align: justify;">"Bagaimana konsistensi Pemerintah dalam keadilan distribusi. Dahulu BBM pernah dinaikkan dan sudah mendekati harga pasar, tetapi malah diturunkan kembali," ujar Dolfi.</p> <p style="text-align: justify;">Anggota Komisi XI lainnya Marurar Sirait juga mempertanyakan penghematan yang diklaim Pemerintah sebesar Rp42 triliun untuk anggaran subsidi energi dari Rp251,9 triliun menjadi Rp209,9 triliun.</p> <p style="text-align: justify;">"Kenapa harus dengan menaikkan harga BBM kalau ada solusi lain, seperti memberlakukan bea keluar batu bara, misalnya," kata Maruarar.</p> <p style="text-align: justify;">Sejumlah anggota Komisi XI juga mempertanyakan jumlah masyarakat miskin yang akan terkena imbas inflasi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi kepada Kepala Bappenas Armida Alisjahbana</p> <p style="text-align: justify;">Armida mengatakan bahwa masyarakat miskin akan bertambah sebanyak 1,6 persen atau empat juta orang dengan catatan pertumbuhan ekonomi 6,2 persen dan inflasi 7,2 persen.</p> <p style="text-align: justify;">"Kita tidak menghitung deagregasi, tetapi menghitung secara keseluruhan," kata Armida.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam pembahasan jumlah peningkatan rakyat miskin ini juga sempat alot karena sejumlah anggota Komisi XI mengenai jumlah dan perhitungan jumlah rakyat miskin yang akan menjadi penentu besaran jumlah anggaran kompensasi kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi dalam bentuk bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM).</p> <p style="text-align: justify;">Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo yang pada rapat tersebut lebih banyak menyimak memperkirakan tekanan inflasi lebih tinggi dari target inflasi pemerintah, yakni 7,76 persen.</p> <p style="text-align: justify;">"Kenaikan BBM akan berkontribusi pada inflasi 2,46 persen," ujar Agus.</p> <p style="text-align: justify;">Namun, untuk asumsi pertumbuhan ekonomi, BI sejalan dengan Pemerintah, yakni sebesar 6,2 persen. <strong>(phs/Ant)</strong></p>