DPRD Kotabaru Desak Bappeda Perbaharui Tata Ruang

oleh
oleh

Kalangan DPRD Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, mendesak Badan Perencanaan Pembangunan Daerah setempat melakukan pembaharuan tata ruang wilayah yang keberadaannya dinilai sudah mengalami banyak perubahan. <p style="text-align: justify;">Wakil Ketua DPRD Kotabaru H Mukhni AF, di Kotabaru, Minggu, mengatakan sesuai ketentuan Pemkab Kotabaru seharusnya merasionalisasi tata ruang wilayah secara berkala lima tahun sekali, bahkan bisa lebih cepat lagi karena di lapangan banyak perubahan telah terjadi.<br /><br />"Apalagi pemerintah daerah telah benyak menerbitkan izin perusahaan pertambangan dan perkebunan," ujarnya.<br /><br />Dia menyatakan telah mendapatkan penjelasan dari Bappeda Provinsi Kalsel yang telah membuat perencanaan pembangunan secara detail dan progresif, sehingga konsekuensinya perlu perubahan tata ruang wilayah yang signifikan.<br /><br />Kinerja yang baik sektor perencanaan tersebut, lanjut dia, sangat bagus karena akan menjadi indikator dan acuan pembangunan di satu daerah dengan sangat terukur dalam satu periode tertentu atau bahkan tiap tahunnya.<br /><br />Menurut Mukhni, seharusnya Pemkab Kotabaru melalui Bappeda setempat dapat meniru kinerja yang bagus telah ditunjukkan pemerintah provinsi tersebut, sehingga selain bisa mendapatkan gambaran perencanaan pembangunan yang sedang dan akan dilakukan, pembaharuan tara ruang wilayah ini sekaligus dapat menjadi acuan dalam pemberian izin bagi investor.<br /><br />"Setidaknya dengan data rencana tata ruang silayah yang aktual, dapat menghindari terjadi masalah yang berkaitan dengan sengketa lahan baik antara perusahaan dengan masyarakat maupun antara sesama perusahaan," kata Mukhni lagi.<br /><br />Dia mencontohkan sengketa antara perusahaan PT MSAM salah satu perusahaan perkebunan sawit, dengan Inhutani salah satu BUMN terkait dengan tumpang tindih izin pengelolaan kawasan hutan di Desa Sungai Pasir Kecamatan Pulau Laut Tengah.<br /><br />Lebih lanjut politisi Partai Golkar itu menegaskan, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kotabaru sudah lama berlaku, mengingat dalam pengesahannya harus melibatkan legislatif melalui sidang paripurna yang terakhir dilakukan pada tahun 2000 kemudian 2010.<br /><br />Padahal, katanya lagi, dinamika pembangunan dan laju investasi terus bergerak, di antaranya baru-baru ini terjadi pelepasan 6.000 hektare kawasan hutan untuk pertambangan PT Silo oleh pemerintah daerah.<br /><br />Hal itu seharusnya sudah tertuang dalam perubahan RTRW, mengingat bisa saja saat izin pengelolaan dibuat, kawasan tersebut sudah menjadi permukiman penduduk, seperti saat pembangunan jembatan di Kecamatan Pulau Laut Barat yang terkendala karena belakangan diketahui titik jembatan berada tepat pada kawasan cagar alam.<br /><br />"Intinya pembaharuan RTRW itu sangat penting dilakukan, salah satunya menghindari adanya proyek yang mangkrak akibat terkendala aturan yang berkaitan dengan status kawasan, dan sekaligus dapat meminimalkan terjadi konflik atau sengketa," demikian Mukhni. (das/ant)</p>