GAPKI Anggap Inpres Moratorium Hutan Picu Konflik

oleh
oleh

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai Inpres Moratorium Konversi Hutan Primer dan Lahan Gambut tidak mengakomodasi semua aspirasi industri kelapa sawit karena dianggap diskriminatif sehingga membuka peluang terjadinya konflik baru. <p style="text-align: justify;">Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai Inpres Moratorium Konversi Hutan Primer dan Lahan Gambut tidak mengakomodasi semua aspirasi industri kelapa sawit karena dianggap diskriminatif sehingga membuka peluang terjadinya konflik baru.<br /><br />"Gapki menyayangkan bahwa Inpres ini tidak sepenuhnya mengakomodasi aspirasi dari industri sawit yang merupakan salah satu industri yang strategis dan penting dalam ekonomi Indonesia," kata Direktur Eksekutif Gapki Fadhil Hasan dalam pernyataan persnya menyikapi terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2011 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, di Jakarta, Minggu.<br /><br />Lebih lanjut Fadhil menyatakan, inpres tersebut memberikan pengecualian kepada beberapa aktivitas ekonomi yaitu : geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu.<br /><br />Alasannya, aktivitas-aktivitas ekonomi tersebut bersifat vital dan strategis untuk kepentingan nasional.<br /><br />Namun pada saat yang sama inpres ini justru menutup kesempatan bagi aktivitas industri lain dalam berekspansi, yang boleh jadi juga bersifat vital dan strategis bagi kepentingan pembangunan ekonomi nasional.<br /><br />"Adanya pengecualian dalam inpres ini malah menimbulkan kesan bahwa aktivitas-aktivitas ekonomi lainnya yang tidak termasuk dalam pengecualian itu tidak penting bagi Indonesia, dan merupakan penyebab terjadinya pemanasan global. Padahal, emisi gas karbon dari aktivitas pembakaran minyak dan gas bumi sudah jelas menjadi penyebab terjadinya efek gas rumah kaca yang memicu pemanasan global," tutur Fadhil.<br /><br />Dalam pernyataan pers Gapki itu Fadhil juga menilai bahwa, inpres ini berpotensi menimbulkan konflik dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti misalnya undang-undang No 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Bahkan inpres moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut ini juga dapat menimbulkan benturan dengan peraturan pemerintah mengenai lahan gambut.<br /><br />Benturan antar peraturan perundangan dapat terjadi lantaran dalam inpres ini moratorium berlaku terhadap semua lahan gambut. Padahal, peraturan pemerintah yang berlaku sekarang yaitu Keppres No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung, maupun Permentan No 14 tahun 2009 tentang pedoman pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit, memperbolehkan penggunaan lahan gambut dengan kedalaman kurang dari tiga meter.<br /><br />"Persoalan baru akan timbul karena adanya ketentuan tentang peta indikatif penundaan izin baru yang menjadi bagian dari inpres moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut ini. Sebab peta indikatif penundaan izin baru dapat menimbulkan sengketa dengan rencana tata ruang wilayah provinsi," jelas Fadhil.<br /><br />Pada bagian lain, Fadhil menyatakan pula bahwa pihaknya menyayangkan inpres ini juga tidak mengatur pemanfaatan lahan-lahan hutan terdegradasi yang dapat digunakan untuk aktivitas perekonomian. Padahal di dalam Letter of Intent yang ditandatangani oleh Presiden, selain moratorium pemerintah juga diharuskan untuk mengidentifikasi lahan terdegradasi yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi.<br /><br />"Karena itu, Gapki meminta pemerintah agar menunda implementasi Inpres ini, dan segera mengeluarkan instruksi Presiden tentang pemanfaatan (mekanisme/prosedur) lahan terdegradasi sesuai dengan Letter of Intent," ujar Fadhil mengakhiri pernyataan pers Gapki. (Eka/Ant)</p>