IDI : Kekurangan Peralatan Sebabkan Minimnya Dokter Spesialis

oleh
oleh

Wakil Ketua Ikatan Dokter Indonesia Kalimantan Barat, Honggo Simin mengatakan salah satu faktor penyebab kekurangan dokter spesialis di provinsi itu karena minimnya peralatan untuk mereka dalam melaksanakan tugas. <p style="text-align: justify;">"Kebanyakan para dokter menumpuk di Kota Pontianak sedangkan di daerah ada yang kosong. Saat ini saja, dokter spesialis anak masih kurang, sekarang hanya ada 14 orang," kata Honggo, di Pontianak, Senin.<br /><br />Honggo menuturkan, jumlah dokter spesialis tidak dapat dijumlahkan seluruhnya karena jumlahnya beragam dan untuk dokter spesialis anak sendiri dari 14 tersebut, di Pontianak ada lima orang dan lainnya tersebar di kabupaten/kota lain yang ada di Kalbar.<br /><br />"Rata-rata, kalau saya katakan banyak yang kurang, apa lagi tenaga tersebut memang minim di Kalbar. Dokter yang ingin mengambil spesialis harus kerja dulu di pemerintah atau swasta beberapa lama kemudian di rekomendasikan sekolah baru mengambil spesialis," tuturnya.<br /><br />Menurut Honggo, kekurangan dokter spesialis di Kalbar mengakibatkan pelayanan kepada masyarakat kurang maksimal.<br /><br />"Permasalahan distribusi tenaga kebanyakan mengumpul di kota, dan penyebarannya tidak merata. Tapi untuk di kota sendiri masih terbilang kurang. Kita punya ahli bedah tulang sebagian besar berada di kota, sedangkan di daerah tidak ada," tuturnya.<br /><br />Dia juga mengungkapkan penyebab tidak adanya dokter spesialis di daerah dikarenakan fasilitas untuk seorang dokter bekerja tidak menunjang sehingga mereka enggan untuk berada di daerah.<br /><br />"Kita tetap berupaya melakukan distribusi dokter agar lebih baik dan merata. Kecenderungan seorang dokter berada di perkotaan di karenakan kemudahan untuk mengakses ilmu pengetahuan (gampang belajar di fakultas)," ujarnya.<br /><br />Honggo menjelaskan para dokter spesialis yang bekerja di daerah dibayar dengan gaji yang sama seperti yang ada di kota, sesuai dengan golongan masing-masing.<br /><br />"Walaupun daerah berupaya mengakomodirnya dengan berbagai fasilitas dan tunjangan. Kita berharap dalam jangka waktu panjang daya beli masyarakat yang lebih baik, sehingga kemampuan mereka menjangkau spesialis lebih tinggi dan itu menjadi daya tarik dari mereka," jelas Honggo.<br /><br />Honggo menambahkan masalah kekurangan peralatan sendiri menjadi permasalahan sekunder.<br /><br />"Untuk masalah alat itu sekunder, jika pasiennya tidak ada juga tidak bisa. Jika di Pontianak seorang ahli bedah dapat mengoperasi 5 orang, sedangkan didaerah mungkin dua minggu sekali baru ada pasien dan mungkin itu salah satu daya tarik yang kurang menarik bagi mereka," tuturnya.<strong> (das/ant)</strong></p>