Pembangunan proyek infrastruktur Jalan Simpang Medang-Nanga Mau Kabupaten Sintang, berimbas terputusnya perekonomian masyarakat yang berada di empat kecamatan, yakni Kecamatan Kayan Hilir, Kecamatan Kayan Hulu, Kecamatan Serawai dan Ambalau Kabupaten Sintang. <p style="text-align: justify;">Pembangunan proyek milik Provinsi Kalbar senilai Rp 19,5 miliar tersebut diduga dikerjakan asal-asalan.<br />Tekang (28), Warga Desa Pakak, Kecamatan Kayan Hilir, mengeluhkan pengerjaan proyek Jalan Simpang Medang-Nanga Mau yang kondisinya semakin hancur.<br /><br />“Sebelum jalan ini dikerjakan, akses perekonomian kami masih lancar, tapi setelah dikerjakan dengan adanya penimbunan jalan dengan menggunakan tanah kuning, akses ekonomi kami terputus,“ keluhnya, Sabtu (04/01/2014).<br /><br />“Akibat kondisi jalan berlumpur yang sudah persis seperti bubur ini, hasil pertanian kami banyak yang tidak bisa dijual ke Kota Sintang. Rencananya saya mau ke Sintang menjual hasil panen cabe saya tapi karena kondisi jalan seperti ini, saya tidak bisa sampai ke Sintang tepat waktu,“ tambah Tekang.<br /><br />Tekang mengatakan bahwa dirinya sudah hampir lima jam macet dipinggir jalan karena sejumlah truk amblas ditengah jalan.<br /><br />“Saya sejak subuh tadi sudah berangkat dari rumah menggunakan pickup untuk membawa cabe saya ke Sintang, tapi dengan kondisi seperti ini, sampai sore ini tidak kunjung bisa lewat, mungkin cabe saya itu sudah banyak yang busuk karena panas,“ jelasnya.<br /><br />Hal senanda juga disampaikan oleh Majang (33), Warga Desa Nanga Tikan Kecamatan Kayan Hilir mengaku terpaksa kembali ke desanya karena akses jalan yang dilalui tidak bisa lagi dilalui oleh sepeda motor.<br /><br />“Sepanjang jalan kondisinya seperti ini, bagaimana mau berangkat ke Sintang lagi, kalau saya membawa sayuran saya ini ke Sintang dengan menempuh jalan seharian, mungkin sayur yang saya bawa ini sudah tidak laku lagi karena layu dan berlumpur,“ keluhnya.<br /><br />Ia mengkungkapkan kekesalannya karena proyek pembangunan jalan oleh Pemerintah Provinsi tersebut bukannya memperlancar akses transportasi masyarakat, justru sebaliknya.<br /><br />“Kalau kondisinya seperti ini sebaiknya kemarin tidak perlu dikerjakan, karena setelah dikerjakan malah tidak bisa dilalui oleh sepeda motor lagi,“ ujar Majang.<br /><br />Ia berharap pihak pelaksana pekerjaan tersebut agar mempertanggung jawabkan hasil kerjaannya tersebut.<br />“Kalau saya melihat pihak kontraktor sama sekali tidak bertanggung jawab dengan pekerjaannya, setelah dirusak malah ditinggalkan begitu saya,“ tegasnya.<br /><br /> “Sebelum jalan ini dikerjakan, akses transportasi masih lancar dan sangat jauh, baik kondisinya dengan yang sekarang. Kalau saat ini dibeberapa titik kendaraan kita banyak ditarik alat berat milik perusahaan sawit, sementara alat mereka yang mengerjalan jalan ini sama sekali tidak ada, tidak tahu kemana dan kondisi ini sudah berlangsung lama,“ jelasnya.<br /><br />Terpisah, Kepala Desa Nanga Mau, Iwan mengungkapkan kekesalannya kepada pihak kontraktor setelah jalan tersebut dirusak, kini ditinggalkan.<br /><br />“Kondisi jalan ini sudah berlangsung kurang lebih tiga bulan, sekalipun tidak pernah mereka kembali kesini, coba kita bayangkan dengan kondisi musim penghujan seperti ini, banyak lumpur jalan yang sudah masuk ke rumah-rumah warga karena mereka menimbun jalan tersebut menggunakan tanah kuning, tidak sesuai dengan standar penimbunan jalan yang seharusnya menggunakan tanah Latrit,“ jelasnya.<br /><br />Dengan kondisi tersebut, Iwan meminta kepada pihak kontraktor agar bertanggung jawab dengan kerjaan yang sudah dilakukan.<br /><br />"Jangan ketika sudah dihancurkan malah ditinggalkan. Kepada pemerintah Provinsi juga kita minta agar segera melakukan tindakan dengan kondisi jalan tersebut,“ pungkasnya. <strong>(das/Th)</strong></p>