Pelatih tinju Kalimantan Timur Carol Renwarin menegaskan bahwa KONI setempat membutuhkan intelijen untuk memantau kekuatan tim lawan sebelum berlaga di ajang PON 2016 di Bandung, Jawa Barat. <p style="text-align: justify;">Menurut dia, intelijen itu bertugas untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat terkait kekuatan daerah lain sebagai bahan analisis untuk mengolah taktik dan strategi di setiap kejuaraan.<br /><br />"Saya rasa informasi olahraga ini bukan hanya berlaku untuk cabang tinju saja, mungkin cabang lain juga perlu informasi seperti ini," ujar Carol di Samarinda, Jumat.<br /><br />Ia mencontohkan kesuksesan Sumamtera Utara setelah meloloskan 11 petinjunya di ajang Pra-PON 2015. "Bila melihat data peserta, tentunya semua daerah menurunkan petinju terbaiknya. Tapi fakta di lapangan menunjukan bahwa petinju Sumut cukup dominan," kata pria berdarah Papua itu.<br /><br />Melihat data dan hasil yang dicapai Sumut tersebut, maka Kaltim perlu belajar banyak, utamanya terkait persiapan Sumut bisa meloloskan atlet sebanyak itu.<br /><br />"Padahal Pra-PON tinju cukup ketat yang masuk kualifikasi PON hanya peringkat satu dua,dan semi final untuk beberapa kelas," jelasnya.<br /><br />Menurut Carol, di era modern seperti saat ini, peran intelijen memang sangat diperlukan, terutama oleh negara-negara maju yang bisa memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangan prestasi olahraga.<br /><br />"Dengan melihat rekaman video pertandingan saja, kita bisa menganalisa keunggulan dan kelemahan seorang atlet, yang suatu saat bisa kita arahkan untuk kepentingan atlet kita sendiri," ujarnya.<br /><br />Ia menilai peran intelijen bukan seperti mata-mata yang sifatnya melaksanakan tugas rahasia, namun lebih luas lagi karena sifat olahraga itu sendiri cukup terbuka untuk kalangan umum. (das/ant)</p>