Kasus DBD Menjolak di Melawi

oleh
oleh

MELAWI – Kasus Demam Berdaarah Dangue (DBD) kembali mewabah di Melawi. kasus yang meonjak diantara April dan Mei ini, cukup mengkhawatirkan dan membuat warga lebih ekstra mewaspadai kasus DBD tersebut. akibat klasus DBD tersebut, sudah ada satu orang yang meninggal dunia, khususnya di Nanga Pinoh.

Seorang warga Desa Kenual kecamatan Nanga Pinoh, Selamet mengatakan, anaknya juga terkena DBD sejak Jumat lalu, yang mana hingga saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Cutra Husaada. Ia mengatakan, kasus DBD mestilah menjadi perhatian khusus oleh Dinkes Melawi saat ini, sebab DBD menjadi momok yang mengerikan.

“Kita berharap pemerintah khususnya Dinkes Melawi bisa segera mengambil langkah mengatasi persoalan kasus DBD ini. kasus DBD ini jangan dianggap enteng, sebab kasus DBD ini sangat meresahkan sekali. Selain anak saya, di Desa kenual ada 3 orang lainnya yang juga terkena kasus DBD ini,” katanya, Selasa (15/5).

Terpisah, Ridwan Saidi selaku tokoh muda Melawi juga meminta agar pihak Dinkes Melawi sigap dengan mewabahnya kasus DBD di Melawi. kasus yang mewabah sekarang ini terkesan masih dipandang sebelah mata, padahal jumlah penderita DBD sudah cukup banyak.

“Seharusnya Dinkes sigap dengan mewabahnya kasus DBD ini. sudah cukup banyak pasien DBD saat ini. Keluarga saya juga ada yang terkena, namun sampai saat ini belum ada tindakan segera dari Dinkes untuk mencegah semakin banyaknya kasus DBD ini. Jadi kita berharap Dinkes bisa segera bertindak melakukan berbagai antisipasi dan terobosan agar kasus DBD ini tidak semakin meningkat,”katanya.

Terpisah, Kepala dinas kesehatan kabupaten Melawi Ahmad Jawahir mengakui kasus DBD mengalami peningkatan beberapa pekan terakhir. Kasus ini pun diketahui juga meningkat di sejumlah daerah di Pulau Jawa.

“Susah mau basmi DBD sekarang. Karena di Jawa pun banyak kasusnya,” ujarnya.

Lebih lanjut Ahmad menilai pembasmian nyamuk penyebab DBD juga sudah tak lagi efektif dengan menggunakan cara fogging atau pengasapan, apalagi saat musim hujan seperti ini. Karena menurutnya, virusnya sudah berevolusi. Jadi tak bisa lagi pake semprot foging.

“Tapi pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan 4 M plus. Yakni menguras, menutup, mengubur serta memantau jentik-jentik nyamuk. Termasuk juga tidak menggantung baju agar tak menjadi sarang nyamuk,” katanya.

Karena itu, lanjut Ahmad, langkah serupa akan diterapkan di daerah yang endemik DBD, termasuk pada permukiman tempat adanya kasus DBD. Selain penyuluhan 4 M, Dinkes juga akan membagikan Abate pada masyarakat.

“Kalau pun pakai foging itu sama saja dengan buang duit, karena itu sudah tak mempan,” ujarnya.

Dari data yang didapat di Dinkes Melawi, terdapat 22 kasus DBD yang terjadi sejak Januari Hingga pertengahan Mei saat ini. jumlah tersebit terdiri terdiri dari 8 peerempuan dan 14 laki-laki. Diantaranya sudah ada satu orang yang meninggal, khususnya di Kecamatan Nanga Pinoh.

Jika dilihat dari data Dinkes Melawi, kasus DBD tersebut, yang paling banyak terkena DBD dari usia 5 sampai 15 tahun yakni berjumlah 14 kasus terdiri dari laki-laki 9 orang dan perempuan 5 orang, Sementara usia 15 tahun ke atas berjumlah 5 kasus terdiri dari 3 laki-laki dan dua perempuan, sementara usia 5 tahun ke bawah atau usia balita terdapat 3 kasus, terdiri dari 2 laki-laki dan 1 perempuan.

“Tercatat ada 22 kasus DBD sepanjang 2018 dengan satu korban meninggal dunia. Kasus DBD memang sebagian besar terjadi di desa-desa dalam Kota Nanga Pinoh. Selain Pinoh, kini juga sudah menyebar ke Pinoh Utara, termasuk di Kayan, kemudian sepanjang Ella dan Menukung. kalau untuk kecamatan sepanjang sungai Pinoh nampaknya belum. Jangkauan nyamuk DBD ini hanya berkisar dalam radius 100 meter. Kalau bisa menjangkau lebih jauh, bisa jadi Ia terbawa kendaraan angkutan umum atau kendaraan pribadi,” ucap nya.

Direktur RSCH, Santoso mengatakan, kasus pasien DBD hingga meninggal ini termasuk langka sebenarnya. Sepanjang tahun lalu dan 2018 ini, baru ada lagi yang meninggal.

“Untuk pasien yang dirawat sepanjang Mei ini saja sampai 13 Mei sudah ada empat orang. April kemarin tercatat sebanyak 10 orang. Kalau dari Januari, ada tujuh, Februari dan Maret tidak ada,” ujarnya.

Pasien DBD meninggal, biasanya karena dipengaruhi kelebihan berat badan. Kemudian masuk ke rumah sakit juga dalam kondisi shock. Satu hal juga yang membuat pasien DBD rentan meninggal karena kekurangan cairan.

“Sebenarnya penyakit DBD ini untuk meninggal sangat-sangat kecil. Tergantung lagi, apakah pasien pernah infeksi DBD atau belum. Kalau pernah, cenderung lebih berat. Tapi pasien gemuk juga rentan, itukan cairannya sedikit, yang banyak lemaknya. Sepanjang kami merawat pasien DBD, yang meninggal biasanya yang gemuk-gemuk,” paparnya.

Untuk pasien yang dirawat, Santoso mengatakan, ada yang datang dari desa di sekitar Nanga Pinoh, seperti Kenual, Sidomulyo, Tanjung Niaga atau Paal. Tapi ada juga yang datang dari jauh, seperti desa Nanga Kayan hingga Tengkajau kecamatan Pinoh Utara. (Ed/KN)