Kelanjutan Kasus Penganiaayaan Dw, Pelapor Pilih Surati Kapolres

oleh
oleh

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu staf puskesmas Tanjung Puri Mekarni Alzun Zebua terhadap DW (17) yang disebut-sebut sebagai keponakan sang suami FZ ( sebelumnya di tulis Zy) tidak banyak menunjukan perkembangan yang berarti. <p style="text-align: justify;">Meskipun pelapor (Mujahidin-red) telah melaporkan kasus tersebut ke Propam Polda Kalbar. Mujahidin memilih mendatangi Propam Polda Kalbar lantaran dua kali kedatanganya ke Propram polres Sintang untuk melaporkan tindakan yang terkesan “menutupi” yang dilakukan oleh kasat reskrim Polres Sintang AKP Andi Yul terhadap kasus penganiayaan dengan korban anak dibawah umur tersebut tak digubris. <br /><br />“Setelah bertemu dengan Wasdik Reserse Polda Kalbar AKBP Andi Jamal pada 4 Oktober lalu untuk melaporkan tindakan kasat Reskrim yang terkesan menutup-nutupi kasus ini, saya disarankan untuk berkirim surat kepada Kapolres yang isinya tentang kronologis kejadian. Surat itu diminta ditembuskan ke Kapolda Kalbar juga. <br /><br />Meraka dari Polda juga mengatakan akan memonitor kasus ini,”ungkap Mujahidin, saat ditemui di ruang kerjanya Selasa (9/10/2012) pagi tadi, usai mengantarkan surat kepada Kapolres Sintang. <br /><br />Dijelaskan Mujahidin bahwa dirinya melaporkan Kasat Reskrim Polres Sintang AKB Andi Yul ke Propam Polda Kalbar lantaran menurutnya kasat reskrim melakukan 4 tindakan kasat yang jelas-jelas berusaha menutupi kasus tersebut dengan cara menghilangkan barang bukti dan berusaha melindungi pelaku. <br /><br />Dikatakanya sejak dilaporkanya pertama kali kasus penganiayaan tersebut pada 25 September sampai pada 1 Oktober ketika ia melapor ke Propam Polda Kalbar, korban tidak pernah divisum. Setelah diamankan di asrama polwan polres Sintang, hingga saat ini korban tidak diketahui keberadaanya.<br /><br />Pelaku atau terlapor kasus penganiayaan tersebut hingga kini tidak pernah ditahan dan informasi terbaru saat ini pelaku telah berada di kampungnya di Nias.<br />“Yang tak kalah penting, ada indikasi pemalsuan identitas milik korban oleh kasat reskrim Polres Sintang. Kepada sekretaris dari BKP PP Sintang, kasat reskrim mengatakan bahwa usia korban 21 tahun. Padahal sesuai yang tertera dalam kartu keluarga yang ada di RT setempat, korban lahir pada 21 February 1995. Artinya usianya masih 17 tahun dan termasuk anak dibawah umur,”jelasnya.<br /> <br />Menurutnya sisi kemanusiaanya muncul setelah melihat kondisi DW  pada sekitar 25 September lalu. Tepatnya setelah dirinya membuat laporan ke polres Sintang terkait kasus penganiayaan yang hampir setahun ini disaksikanya. Saat dijemput polisi ke kediaman bibinya pada 25 September lalu, DW dalam kondisi babak belur. Kedua mata biru lebam seperti kena tinju, kedua tangan melepuh seperti bekas setrikaan, di kedua kaki ada bekas sulutan benda panas. <br /><br />“Tidak ada tendensi apa-apa kalau saya melaporkan hal ini kepada polisi. Kalau disebut-sebut saya sentimen dengan paman korban, itu juga tidak benar. Ini murni rasa kemanusiaan dan dukungan dari warga. Justru kalau saya tidak melakukan ini, apa yang harus saya sampaikan kepada anak-anak saya yang menanyakan tentang hal itu. <br /><br />Apa tanggungjawab sosial saya terhadap sekitar 20an anak yang menyaksikan bagaimana kondisi korban saat diamankan dan dibawa ke kantor polisi,”bebernya. <br />Dikatakanya, dirinya hanya berharap kasus penganiayaan tersebut bisa diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat hingga saat ini tidak ada tindakan apapun yang dilakukan terhadap pelaku. Bahkan proses hukumnya terkesan mandeg, karena alasan ketiadaan hasil visum korban. Visum terhadap korban sendiri tidak dilakukan dengan alasan bahwa korban menolak.<br />Dalam surat yang dikirimkan ke Kapolres Sintang, Mujahidin yang mengatasnamakan dirinya mewakili warga Dusun Baning Hilir Desa Baning Kota meminta agar Kapolres bisa menghadirkan korban dan mengizinkan agar BKB PP Sintang mendampingi korban selama proses hukumnya berjalan. <br /><br />Ia juga meminta agar korban di visum sesuai dengan prosedur penanganan yang berlaku. Terakhir ia meminta agar dilakukan penahanan terhadap pelaku penganiayaan. <br /> <br /><strong>Kajari : Tidak Ada Intervensi, Tapi Siap Tindaklanjut Kasus</strong><br /><br />Di ruang kerjanya, Kajari Sintang Moch.Djumali kembali menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan intervensi kepada Mujahidin terkait kasus tersebut. Namun ia membenarkan bahwa dirinya pernah ditemui oleh Mujahidin terkait kasus tersebut. <br />“Ia, saya ditemui pak Mujahidin, tapi saya tidak melakukan intervensi. Saya katakan bahwa itu kewenangan polisi dan prosesnya juga ada di polres sana. Kami siap tindak lanjuti jika memang berkasnya sudah dimasukan ke sini. Kalaupun berkas masuk, maka saya pastikan saya tidak akan menunjuk suami pelaku untuk menangani kasus ini,”tegasnya saat ditemui di ruang kerjanya pada Selasa (9/10/2012).<br /> <br />Ditegaskanya pula bahwa ia tidak pernah menyebut-nyebut sejumlah kasus di PU, tempat Mujahidin bekerja untuk dibeberkan di media. Jikapun ada temuan terkait proyek di PU, maka dipastikanya itu tidak ada hubungannya dengan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh suami stafnya FZ. Menurutnya akan lain halnya jika pelakunya adalah stafnya. Jika hal itu terbukti, maka menurutnya tindakan yang mungkin akan dilakukan adalah penonaktifan atau di copot. <br /><br />“Kedatangan saya ke polres tadi bukan untuk koordinasi masalah penganiayaan, tapi untuk koordinasi kasus kantor pos jilid II yang ditangani oleh Polres,”ujarnya. <br />Moch.Djumali juga membenarkan bahwa dalam KUHP memang tercantum pasal yang menyebutkan bahwa seseorang yang melakukan pembiaran terhadap aksi kekerasan akan mendapatkan sanksi. Namun ia enggan memjelaskan lebih jauh. <strong>(ast)</strong></p>