Kerabat Keraton Sepakati Hari Jadi Negeri Sintang Jatuh pada 10 Mei

oleh
oleh

Tim penyusunan hari jadi Sintang beberapa kali dibentuk pemerintah daerah. Namun sebelum menyelesaikan tugas, para ketua tim meninggal dunia. Sebagai daerah “tua”, Sintang hingga saat ini belum memiliki hari jadi. <p style="text-align: justify;">Hal ini mendorong pihak kerabat keraton Kesultanan Sintang berinisiatif membentuk tim penyusun hari jadi negeri Sintang. Setelah melalui beberapa kali pertemuan yang dihadiri sejumlah sesepuh, generasi tengah, generasi muda, akhirnya  kerabat Kesultanan Sintang menyepakai 10 Mei 1362 Masehi sebagai Hari Jadi Negeri Sintang.</p> <p style="text-align: justify;">Tim penyusunan hari jadi Sintang beberapa kali dibentuk pemerintah daerah. Namun sebelum menyelesaikan tugas, para ketua tim meninggal dunia. Sebagai daerah “tua”, Sintang hingga saat ini belum memiliki hari jadi.</p> <p style="text-align: justify;">Hal ini mendorong pihak kerabat keraton Kesultanan Sintang berinisiatif membentuk tim penyusun hari jadi negeri Sintang. Setelah melalui beberapa kali pertemuan yang dihadiri sejumlah sesepuh, generasi tengah, generasi muda, akhirnya  kerabat Kesultanan Sintang menyepakai 10 Mei 1362 Masehi sebagai Hari Jadi Negeri Sintang.</p> <p style="text-align: justify;">Ade M Iswadi, mewakili pihak keratin yang juga merupakan salah satu generasi muda yang ikut menghadiri rapat penentuan hari jadi Sintang kepada wartawan memaparkan proses rapat hingga akhirnya hari jadi tersebut ditetapkan.</p> <p style="text-align: justify;">Sultan Sintang, HRM Ikhsan Perdana bergelar Pangeran Sri Ratu Kusuma Negara V, mengatakan keinginannya agar kerabat istana bisa merumuskan dan mengusulkan kepadanya kapan hari jadi negeri Sintang sesuai dengan dokumen historis dan fakta sejarah kerajaan Sintang. Beranjak dari keinginan tersebut dilakukanlah beberapa kali pertemuan, hingga puncak pertemuan pada 25 Nopember 2010 dengan hasil disepakatinya hari jadi negeri Sintang.</p> <p style="text-align: justify;">Saat itu rapat dipimpin H. Ade Karta Wijaya. Hadir para sesepuh, generasi tengah dan generasi muda. Beberapa kerabat menyampaikan opsi, dan salah satu sesepuh yaitu H. Ade Djamadin dalam makalahnya yang berjudul “Perubahan dan pembaruan di Kerajaan Sintang sebagai tonggak sejarah hari jadi Sintang” menawarkan tiga opsi terkait hari jadi kota Sintang. Makalah yang disajikan telah disiapkan setahun sebelumnya.</p> <p style="text-align: justify;">Ketiga opsi tersebut, pertama kepindahan Raja Demong Irawan I dari Sepauk ke Sintang pada tahun 1362 yang ditandai adanya prasasti berupa batu (Lingga) yang melambangkan Dewa Syiwa. Oleh warga Sintang batu itu disebut Batu Kundur yang telah dijadikan cagar budaya dan dilindungi Undang-Undang No.5 Tahun 1992 dan saat ini terletak di Istana Al Mukarramah Sintang.</p> <p style="text-align: justify;">Kedua, saat perkawinan Dara Juanti dengan Patih Logender dari Kerajaan Majapahit Tahun 1385 dengan mas kawin/mahar berupa gamelan disebut Senenan dan Sekeping tanah majapahit yang masih tersimpan di Istana Kerajaan Sintang.</p> <p style="text-align: justify;">Dan opsi ketiga didasarkan pada waktu penetapan Kerajaan Sintang sebagai kerajaan Islam dengan Raja Pertama Sultan Nata Muhammad Syamsuddin Sa’adul Khairri Wadien. Keputusan menetapkan Sintang sebagai Kerajaan Islam diperkuat dengan dokumen historis yang diawali dengan Al Watsqu Billahilhannan Hilmanan pada 12 Muharam 1083 H bersamaan dengan 10 Mei 1672 M.</p> <p style="text-align: justify;">Pengambilan keputusan tentang penetapan hari jadi Sintang disepakati pada rapat yang di gelar di ruang tamu Istana Al-Mukarramah. Disepakati pula bahwa saat Demong Irawan pindah dari Sepauk dan mendirikan pusat pemerintahan di lokasi Istana Kerajaan Sintang yang berhadapan/Senentang dengan muara Sungai Melawi yaitu 10 Mei 1362 yang dintandai pendirian prasasti berupa lingga/batu kundur lambang Dewa Syiwa agama Hindu.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam makalah Ade Djamadin disebutkan pula beberapa fakta bukti pendukung dipilihnya momen kepindahan Demong Irawan dari Sepauk.</p> <p style="text-align: justify;">Pertama, Bambang Suta S Purwono dalam makalah berjudul “Peningkatan Peranan Keraton Nusantara sebagai Pusat Kebudayaan” yang disajikan didepan raja-raja se-Nusantara  di Bali tahun 2007 menegaskan bahwa zaman Hindu abad ke-7 ada dua institusi berupa Kerajaan yang sudah berdiri di Kalimantan, yaitu Kerajaan Sintang di Kalbar dan Kerajaan Kutai di Kaltim.</p> <p style="text-align: justify;">Kedua, Amir Hasan Kiai Haji Bondan dalam suluh Sejarah Borneo 1953 mengemukakan pada zaman kerajaan Majapahit menguasai kepulauan nusantara ada 7 pembesar yang diistimewakan sebagai pucuk pimpinan kerajaan majapahit di Kalimantan. Ketujuh pembesar tersebut ditempatkan di wilayah Kalbar Sintang, Angkat (Landak), Mempawah, Sanggau, dan Sambas, kemudian di Mengkudu (Kalimantan Utara), dan Banjarmasin (Kalsel). Di Sintang diwakili Patih Lohgender yang kawin dengan Raja/Ratu Sintang Dara Juanti dalam usia 23 tahun pada tahun 1385 M.</p> <p style="text-align: justify;">Ketiga, YU Lontaan dalam buku sejarah, hukum adat dan istiadat Kalimantan Barat tahun 1995 halaman 172-173 menuliskan ketika Dayang Puasa dan suaminya Abang Awal memerintah di Kerajaan Sanggau berpusat di Mengkiang telah bersahabat dengan Raja Sintang Demong Irawan alias Jubair. Beberapa waktu kemudian pada zaman pemerintahan Sultan Muahmmad Jamazudin pusat kerajaan dari Mengkiang dipindahkan ke Kota Sanggau. Ini berarti negeri Sintang lebih tua dari kota Sanggau.</p> <p style="text-align: justify;">Untuk diketahui pula bahwa Demong Irawan I alias Jubair merupakan Raja ke-11 dan dan sebelumnya saat masih berpusat di Sepauk ada 10 Raja yang memimpin yaitu Aji Melayu raja pertama beristrikan Putung Kempat yang memerintah sekitar abad ke VII, Dayang Lengkong, Dayang Randung, Abang Panjang, Demong Karang, Demong Kara, Patih Kara, Demong Minyak, Sanari, dan Hasan.</p> <p style="text-align: justify;">Dikisahkan pula, dalam berbagai buku sejarah Sintang, baik tulisan Syamsudin Hasan Syahzaman Haris maupun Ade Djamadin dijelaskan bahwa Demong Irawan memindahkan pusat Kerajaan ke Sintang karena mendengar kabar bahwa agama Islam telah berkembang di Sumatera dan di Jawa.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian, beberapa catatan peninggalan dan cerita leluhur dikatakan Dara Juanti lahir beberapa hari setelah Jebair berada di Sintang (Senentang). Dara Juanti menggantikan ayahandanya Demong Irawan setelah dewasa berusia lebih dari 20 tahun. Dalam usia 23 tahun, Dara Juanti menikah tepatnya sekitar 1385 dengan Patih Logender berasal dari Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya tahun 1292 dan pada zaman Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada Majapahit berhasil menguasai Kepulauan Nusantara.</p> <p style="text-align: justify;">Karena Dara Juanti lahir di Sintang dan menikah dengan Patih Logender tahun 1385 dalam usia 23 Tahun, maka negeri/kota Sintang didirikan oleh Jebair/Jubair pada tahun 1362. Dan jika dikaitkan dengan cerita Temenggung Tegi yang berdiam di Bukit Kujau, Demong Irawan (Jebair) merupakan keturunan Putung Kempat (Junjung Buih) dan Aji Melayu pindah ke Sintang pada musim manggul (uma) kemudian  menetapkan lokasi lading sebagai awal musim kemarau yang diperkirakan sekitar 7-15 Mei dan tingaal di Sintang mulai tanggal 10 Mei 1362 langsung menebang hutan untuk dijadikan pusat kerajaan.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan demikian, Hari Jadi Negeri Sintang disepakati tanggal 10 Mei 1362 M ditandai dengan prasasti lambang Dewa Syiwa agama Hindu yang dinamakan masyarakat Sintang Batu Kundur yang kini telah dijadikan cagar budaya.</p> <p style="text-align: justify;">“Kami dari kerabat keratin kesultanan sintang sepakat dan siap jika pemerintah daerah menginginkan hal ini dibahas terlebih dahulu atau bahkan diseminarkan,”ungkap Ade M iswadi, putra Ade Djamadin  yang juga merupakan generasi muda dari kerabat keraton kesultanan Sintang,”tegasnya.<strong>(release/*)</strong></p>