Lebaran- Gubernur Wujudkan Falsafah "Huma Betang" Di Kalteng

oleh
oleh

Falsafah ‘huma betang’ yang selama ini dilakoni masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah, kini diwujudkan Gubernur Agustin Teras Narang SH pada perayaan Idul Fitri 1433 Hijriyah. <p style="text-align: justify;">Kunjungan yang dilakukan Teras bersama rombongan pemerintah setempat didampingi isteri merupakan wujud falsafah huma betang (rumah besar dan lebar) yang hidup bertoleransi.<br /><br />Toleransi yang berkembang dalam kehidupan rumah betang di sini juga tidak memandang beda kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang tinggal dalam satu rumah, dengan penuh tenggang rasa dan tolong menolong.<br /><br />Di saat ada perayaan agama Islam seperti Idul Fitri, warga agama lain di rumah itu ikut pula merayakannya, begitu juga saat Natal atau perayaan agama Kaharingan, warga Muslim juga ikut merayakannya.<br /><br />Suasana seperti itu sudah terlihat sejak adanya rumah betang yang merupakan rumah adat dan khas Suku Dayak di Kalimantan Tengah dengan berbagai ragam kepercayaan.<br /><br />Upaya untuk mewujudkan falsafah tersebut, Gubernur Teras bersama rombongan melakukan kunjungan silahturahmi pada lebaran Idul Fitri menggunakan angkutan bus milik pemerintah setempat.<br /><br />Inilah sebuah wujud implementasi dari seorang Teras Narang memberi contoh kepada masyarakat mengenai budaya dan kehidupan serta kerukunan antarumat beragama di "Bumi Tambun Bungai, Bumi Pancasila" tersebut.<br /><br />Saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong tercipta sejak beberapa abad silam dan masih bisa dilihat hingga sekarang di daerah dengan luas 153.564 kilometer itu.<br /><br />Hidup harmonis dan toleran Falsafah "Huma Betang" di kalangan masyarakat Kalteng betul-betul hidup bersama dalam suatu suasana harmonis, manakala pendatang berpegang menganut budaya di mana bumi diinjak, di situ langit dijunjung.<br /><br />Huma Betang dihuni banyak orang dengan beragam agama dan kepercayaan tetapi tetap rukun dan damai Melalui konsep huma betang itu pula berbagai program pembangunan di wilayah ini diterapkan, artinya masyarakat diajak secara toleran dan bahu membahu membangun wilayah.<br /><br />Mencermati kehidupan yang konsisten pada kearifan lokal "Huma Betang" itu, agaknya tidak keliru manakala budaya yang berkembang dalam masyarakat di seluruh Provinsi di Indonesia, termasuk di Kalteng dipertahankan bagi kelanjutan pembangunan di masa mendatang.<br /><br />Menurut Guru Besar Universitas Palangka Raya (Unpar) Prof Dr H Norsanie Darlan, masyarakat suku Dayak memiliki budaya menyatukan konsep bebas terpimpin dalam kehidupan bermasyarakat serta punya kearifan lokal yang lebih dikenal dengan sebutan huma betang.<br /><br />"Falsafah ini lahir untuk menyatukan konsep bebas terpimpin dalam kehidupan bermasyarakat dan bernilai kearifan lokal dan toleran," katanya.<br /><br />Toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat untuk menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.<br /><br />Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan kearifan lokal di huma Betang ini, seperti perbedaan kepercayaan antara anak dengan orang tua, kakak dan adik, atau terhadap mereka yang ada di sekitarnya sehingga tidak pernah ada perselisihan yang berarti dalam kehidupannya.<br /><br />Pada umumnya masyarakat Dayak yang dulunya penuh toleransi, belakangan ini mulai mengalami pergeseran, karena dipengaruhi oleh kemajuan kota dan modernisasi.<br /><br />Oleh karena itulah Gubernur Teras Narang bersama isteri, keluarga dan sejumlah pejabat daerah itu berusaha untuk kembali mewujudkan rasa toleransi kepada masyarakat dengan memberikan contoh menggunakan bus angkutan ketika bersilaturahmi lebaran sebagai sebuah gambaran kehidupan falsafah huma betang.<br /><br />Saling menghormati Norsanie Darlan mengatakan, harus ada ruang bebas yang merupakan sarana dalam mewujudkan pembangunan masyarakat merujuk pada budaya suku Dayak Kalteng itu.<br /><br />"Dari keturunan leluhur kita, masyarakat Dayak punya konsep bebas terpimpin ini, menyatukan konsep di rumah betang untuk tidak ada terjadi perselisihan yang berarti," kata Guru Besar Pendidikan Luar Sekolah Unpar tersebut.<br /><br />Dalam ruang publik yang bebas dan panjang itulah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi, wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran.<br /><br />Norsanie mengatakan, dengan menafsirkan ruang publik yang bebas dalam tatanan pembangunan masyarakat tersebut akan terjadi kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum.<br /><br />Karena itulah falsafah huma betang yang didalamnya terdapat masyarakat dari berbagai suku, agama, dan kepercayaan meskipun terdapat perbedaan, namun mereka tidak saling mengganggu, melainkan saling menghormati satu dan lainnya.<br /><br />Saling menghormati merupakan salah satu wujud kerukunan umat beragama dan pengamalan sila pertama dari Pancasila.<br /><br />Oleh sebab itu, falsafah Huma Betang yang dianut oleh masyarakat Kalteng ini sangat tepat karena tidak memiliki benturan dengan aturan manapun yang lebih tinggi, termasuk dasar negara.<br /><br />Dalam falsafah huma betang ada beberapa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yakni kesetaraan, persaudaraan dan kekeluargaan, hidup sopan santun menurut norma-norma yang ada serta hubungan antaragama. <strong>(phs/Ant)</strong></p>