Mau Dibawa Kemana RUU BPJS

oleh
oleh

Awan debu mengambang udara, di bawah terik matahari di Parkir Timur Senayan, Jakarta. Di bawahnya ribuah buruh berkumpul, berunjuk rasa mengungkapkan isi hati dan fikiran mereka. <p style="text-align: justify;">Ini bukan pertama kali mereka berunjuk rasa untuk hal yang sama, menentang kesepakatan-kesepakatan yang sudah dihasilkan Pansus RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sebelumnya, unjuk rasa dilakukan di sejumlah daerah.<br /><br />Pernyataan sikap dan kajian juga sudah dilakukan di sejumlah seminar dan diskusi di sejumlah daerah pula. Intinya mereka menolak penggabungan empat BUMN penyelenggara jaminan sosial menjadi satu atau dua BPJS.<br /><br />Keempat BUMN itu adalah PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen dan PT Asabri.<br /><br />Mereka ingin keempatnya tetap eksis menjalankan fungsinya. Jika ada perubahan hanya pada status badan yang disesuaikan dengan sembilan prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).<br /><br />Namun, pemikiran dan masukan mereka agaknya tidak sampai kepada anggota dewan yang terhormat. Aspirasi hampir semua serikat pekerja/buruh itu seperti angin yang bertiup di padang pasir. Tak berespon dan tak berdampak.<br /><br />Pansus tetap ingin melebur keempat BUMN dalam satu atau dua BPJS. Efeknya, jika dahulu serikat pekerja/buruh hanya menolak penggabungan kini mereka seperti apatis. Mereka menolak RUU BPJS tersebut.<br /><br />Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam RUU BPJS untuk melindungi masyarakat miskin dan tak mampu dalam program jaminan sosial terancam pelaksanaannya.<br /><br />Ironis, dahulu serikat pekerja melalui KAJS mendorong agar pembahasan RUU BPJS di DPR sebagai tindak lanjut UU SJSN.<br /><br />Amanat UU SJSN –memberi jaminan kesehatan kepada rakyat miskin melalui program jaminan sosial– sudah tujuh tahun usianya dan tidak kunjung dilaksanakan pemerintah,<br /><br />Kini setelah pembahasan di RUU BPJS di Pansus DPR, serikat pekerja/buruh menolak UU tersebut. Alasannya sederhana, apa manfaatnya bagi buruh jika UU itu justru mengotak-atik dana buruh.<br /><br />RUU itu dinilai tidak bermanfaat bagi buruh, tidak hanya itu, tetapi juga mengancam keselamatan dana buruh yang dibayar tiap bulan, bertahun-tahun. Mereka menilai peleburan itu tidak mudah.<br /><br /><br /><strong>Pekerja KAI</strong><br /><br />Jika belajar pada kasus karyawan kereta api yang semula PNS lalu menjadi perusahaan persero dimana terjadi transfer kepesertaan dari PT Taspen ke PT Jamsostek yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Bagaimana dengan 25 juta peserta Jamsostek yang bekerja di seratusan ribu perusahaan mengalami hal yang sama?<br /><br />Menimbang kondisi itu pula agaknya, maka buruh menolak peleburan empat BUMN tersebut.<br /><br />Satu hal lagi yang luput dari pemikiran anggota Pansus RUU BPJS bahwa jika mereka mengutak-atik status badan hukum dan menggabungkan keempat BUMN itu maka diperlukan perubahan atau penyesuaian atas sedikitnya 16 peraturan perundangan yang ada.<br /><br />Mantan Wakil Ketua Pansus RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Tjarda Muchtar berpendapat sesungguhnya UU yang dibidaninya tidak bertujuan melebur empat BUMN penyelenggara jaminan sosial.<br /><br />Anggota DPR periode 1999-2004 itu mengatakan saat itu memang tidak ada pemikiran membubarkan atau menggabung empat BUMN penyelenggara jaminan sosial yang ada.<br /><br />Karena itu pula tidak ada pasal yang menyatakan bahwa UU SJSN menggantikan peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum empat BUMN yang ada tersebut.<br /><br />UU SJSN hanya mengamanatkan keempat BUMN itu tersebut  mengubah status badan hukumnya dari PT persero menjadi wali amanah.<br /><br />Argumentasinya, PT persero terkesan berorientasi pada keuntungan (profit oriented) sementara UU SJSN menginginkan penyelenggara jaminan sosial fokus pada peningkatan pelayanan kepada pesertanya.<br /><br />Namun, pada kenyataannya saat ini keempat BUMN penyelenggara tersebut sudah mendedikasikan keuntungan yang didapatnya untuk pesert.<br /><br />Deviden yang seharusnya menjadi hak pemerintah sudah sepenuhnya dikembalikan kepada PT Jamsostek untuk dimanfaatkan untuk kepentingan peserta.<br /><br />Jadi, BUMN penyelenggara jaminan sosial sudah menjalankan amanat BPJS, yakni mengembalikan semua hasil investasi untuk pesertanya.<br /><br /><br /><strong>Jaminan Kesehatan</strong><br /><br />Lalu bagaimana dengan program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tak mampu, Tjarda menilai,  sebenarnya pemerintah sudah menjalankan amanat UU SJSN melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).<br /><br />Selayaknya program itu dilaksanakan oleh suatu badan penyelenggara agar tertata, terdapat pengembangan dana dan dilaksanakan secara terus menerus (kontinyu) sebagaimana yang diamanatkan dalam UU SJSN.<br /><br />Menurut Tjarda, jika ada yang mengatakan pemerintah belum menjalankan jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin dan tak mampu, maka pendapat itu keliru itu.<br /><br />Yang perlu dikawal saat ini, bagaimana menjaga kontinuitas program untuk rakyat miskin dan tak mampu itu dan salah satu caranya, penyelenggaraan program dilakukan oleh suatu badan khusus.<br /><br />Dengan demikian, kontroversi penggabungan empat BUMN sudah seharusnya dihentikan agar tidak menjurus pada hal yang kontra produktif.<br /><br />Sudah saatnya Pansus dan pemerintah  mendengar aspirasi pekerja agar UU yang dihasilkan benar-benar mewakili suara rakyat dan aplikatif.<br /><br />Haruskan buruh turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya, sementara anggota dewan asyik menjawab bombardir sms seakan apa yang tertulis didalamnya merupakan aspirasi rakyat (buruh) Indonesia.<br /><br /><br /><strong>Suara Rakyat<br /></strong><br />Ketua Bidang Ketenagakerjaan DPP Golkar Ali Wongso mengingatkan mendengar aspirasi rakyat merupakan suatu keharusan dalam menyusun suatu kebijakan atau peraturan perundangan.<br /><br />Lalu, bagaimana jika suara itu dinyatakan oleh 21 serikat pekerja yang utama (mainstream)? Mereka diantaranya Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera (KSBSI), dua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Serikat Pekerja Nasional, Federasi Serikat Pekerja BUMN, Serikat Pekerja Informal dan puluhan federasi serikat pekerja/buruh.<br /><br />Lalu, suara siapa sebenarnya yang didengar Pansus dan pemerintah.<br /><br />Ali menilai apa yang dibahas dan ditetapkan dalam kesimpulan sementara RUU BPJS belum mencerminkan aspirasi pekerja pada umumnya.<br /><br />Dia mengusulkan agar diadakan "hearing" (dengar pendapat, red)  lagi dengan organisasi "mainstream" (organisasi hulu, red) pekerja, seperti KSPSI, KSBSI, SPN, FSP BUMN dan lainnya. <br /><br />Ali sudah bertemu dengan pimpinan puncak enam organisasi utama/mainstream itu.<br /><br />Tidak hanya kalangan pekerja, kalangan pengusaha yang diwakili oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam berbagai kesempatan, bahkan mereka menggelar dua kali konferensi pers untuk menegaskan sikap.<br /><br />Mereka mengingatkan pelaksanaan jaminan sosial didasarkan pada segmentasi kepesertaan bukan berdasarkan segmentasi program seperti yang dituangkan dalam kesimpulan di Panja RUU BPJS yang disetujui wakil dari pemerintah.<br /><br /><br /><strong>Segmentasi Program</strong><br /><br />Memang jika dilihat dari sejarah pelaksanaan jaminan sosial di negeri ini dimulai berdasarkan segmentasi program. Tahun 1960-an pemerintah mulai memikirkan dana pensiun bagi pegawai negeri sipil, lalu dialokasikan dana untuk pensiunan PNS.<br /><br />Sejarah lalu mencatat dana pensiun pegawai negeri sipil kini dikelola oleh PT Taspen, sementara jaminan sosial bagi pekerja swasta dimulai pertengahan 1970-an dengan nama Asuransi Tenaga Kerja dan kini bernama PT Jamsostek.<br /><br />Sejarah panjang segmentasi kepesertaan PNS, TNI/Polri dan pekerja swasta ini yang coba diubah oleh Pansus RUU BPJS dan pemerintah.<br /><br />Ironinya, terungkap kesan bahwa dana yang dihimpun empat BUMN tersebut milik pemerintah atau milik negara.<br /><br />Sesungguhnya dana itu milik pekerja. Jika ada yang beranggapan bahwa pemberi kerja (pemerintah dan pengusaha) turut punya hak atas dana tersebut karena berkontribusi membayar iuran, itu anggapan keliru.<br /><br />Sesuai peraturan perundangan, setiap pemberi kerja wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan sosial dan wajib pula menyisihkan dana untuk iuran jaminan sosial tersebut.<br /><br />Artinya, dana itu disisihkan untuk didedikasikan bagi pekerja dan menjadi hak pekerja.<br /><br />Kini, pekerja menyatakan akan menarik dana senilai Rp192 triliun tersebut.<br /><br />Mantan Menneg BUMN Mustafa Abubakar sudah mengingatkan risiko yang harus dihadapi Indonesia jika dana tersebut ditarik. Akan terjadi "rush", perekonomian akan goncang<br /><br />Hingga saat ini, Pansus DPR masih belum mempertimbangkan semua risiko itu. Tertangkap kesan, RUU BPJS harus segera diundangkan dengan alasan kasihan masyarakat miskin dan tak mampu.<br /><br />Padahal solusi jaminan sosial bagi masyarakat miskin dan tak mampu cukup diselesaikan dengan membentuk BPJS Jaminan Kesehatan, bukan mengubah tatatan dan segmentasi program jaminan sosial yang sudah ada.<br /><br />Kondisi ini bisa diibaratkan, hendak menata rumah, tetapi rumah tetangga diacak-acak. Jika demikian kondisinya, mau dibawa kemana BPJS ini? <strong>(phs/Ant)</strong></p>