MUI Kalbar: Ketidakadilan Bibit Radikalisme

oleh
oleh

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Barat menilai, ketidakadilan yang dirasakan masyarakat merupakan bibit dari radikalisme atau paham yang mengarah ke penggunaan cara-cara kekerasan. <p style="text-align: justify;">"Ketidakadilan juga merupakan bibit radikalisme," kata anggota MUI Kalbar H Usman M Thayib saat menjadi pembicara pada Sarasehan Kemitraan Polri dan Masyarakat Dalam Menghadapi Radikalisasi di Wilayah Kalbar yang berlangsung di Markas Polda Kalbar di Pontianak, Selasa.<br /><br />Dia mengatakan, TNI dan Polri diharapkan berperan memberikan keadilan kepada seluruh kelompok masyarakat agar tidak muncul radikalisme atau paham yang menggunakan cara-cara kekerasan tersebut.<br /><br />Menurut dia, radikalisme juga muncul karena kemiskinan. Media massa juga turut membuat munculnya kekerasan atau radikalisme dengan menayangkan gambar-gambar yang penuh dengan kekerasan.<br /><br />Dia menambahkan, sebagian ahli mengatakan radikalisme adalah suatu faham liberalisme yang dapat disamakan dengan ekstrimisme atau fundamentalisme.<br /><br />Secara sederhananya, radikalisme adalah faham dengan cara-cara kekerasan, termasuk adanya kelompok-kelompok terorisme yang melakukan tindakan teror dan bom bunuh diri dengan dalih apa pun terhadap suatu kelompok atau golongan, suku, ras, agama (jihad), masyarakat, bangsa, pemerintah atau negara berdaulat.<br /><br />"Terorisme tidak terkait dengan ajaran agama apa pun, bahkan syariat Islam sangat menentang perbuatan teror sebagaimana disebutkan dalam Al Quran Surat Al Maidah Ayat 32," katanya.<br /><br />Sependapat dengan MUI Kalbar, dosen Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura DR Hermansyah menyatakan, hampir semua orang sependapat tidak ada satu ajaran agama pun yang memuat suatu perintah agar penganutnya melakukan radikalisme.<br /><br />Jika ada yang mengajarkan hal yang demikian, maka agama dinilai telah mengingkarinya tujuannya yang menghendaki kedamaian baik dunia maupun di akhirat.<br /><br />Namun pada tingkat praksis dan cukup ironis, ternyata ditemukan kondisi berbeda dimana agama sering terlibat atau dilibatkan dalam radikalisme yang dilakukan oleh umat sebagai penyandang dan pemeluk agama tersebut, katanya.<br /><br />Sementara Panglima Kodam XII/Tanjungpura Mayjen (TNI) Geerhan Lantara menyatakan, munculnya radikalisme di Kalbar melalui demokratisasi dan hutan yang sudah habis.<br /><br />"Radikalisme muncul dari berbagai motif dan permasalahan," katanya.<br /><br />Dia mengatakan, perlu adanya perpaduan antara peran Polri dan TNI dalam rangka mengantisipasi munculnya radikalisme di Kalbar dengan mengacu pada tugas pokok dan fungsi kedua institusi tersebut.<br /><br />Sementara Kepada Bidang Pencegahan Densus Antiteror 88 Polri Komisaris Besar (Pol) Herwanchaidir menyatakan, akar-akar radikalisme itu yang memunculkan terorisme.<br /><br />Dia mengatakan, terorisme merupakan persoalan yang belum bisa dituntaskan Indonesia saat ini. "Berbagai aksi teror terus menderu bagai ombak di lautan yang tidak akan pernah berhenti," katanya.<br /><br />Dia menambahkan, sejak 2002 hingga 2010 sudah ada 600 orang yang ditangkap sebagai terduga aksi teror dan sekitar 500 orang sudah di penjara karena keterlibatannya dalam aktivitas terorisme.<br /><br />Menurut dia lagi, beberapa hal yang menjadi kendala dalam penuntasan terorisme di tanah air, karena program deradikalisasi terorisme belum dikuatkan dengan undang-undang.<br /><br />Herwanchaidir mengatakan, penanganan terhadap pelaku teror juga kurang memadai dengan semata-mata menjatuhkan sanksi pidana yang berat. Terbukti dengan keterlibatan 16 mantan narapidana dalam kegiatan terorisme setelah mereka menyelesaikan masa penghukuman dan bebas dari penjara.<br /><br />Di dalam penjara pun bisa terjadi radikalisasi, di mana para narapidana terorisme melakukan perekrutan kepada semasa narapidana, katanya mengingatkan. <strong>(phs/Ant)</strong></p>