Ombudsman Kalsel Temukan Dugaan Pungli Di BPN

oleh
oleh

Ombudsman Republik Indonesia Kalimantan Selatan menemukan dugaan pungutan liar di kantor Badan Pertanahan Nasional baik dalam menyelesaikan berbagai masalah pertanahan maupun untuk pengurusan sertifikat. <p style="text-align: justify;">Kepala Perwakilan Ombudsman Kalimantan Selatan Noorhalis Majid di Banjarmasin, Selasa, mengatakan, salah satu keluhan pelayanan BPN dari masyarakat adalah dugaan masih maraknya pungutan liar di luar biaya resmi.<br /><br />Pungli tersebut, kata Majid, sebelumnya dibayarkan pada beberapa meja tahapan pelayanan, tetapi sekarang sudah terpadu pada satu meja pada satu petugas, setelah itu didistribusikan pada setiap meja.<br /><br />"Pungli tersebut menurut beberapa warga yang mengeluh ke Ombudsman paling banyak dilakukan pada saat pembuatan sertifikat," katanya.<br /><br />Kalau benar dugaan pungli tersebut, kata dia, selain menghambat perbaikan pelayanan publik menuju pelayanan prima juga memperburuk citra BPN.<br /><br />"Hal tersebut sudah kami konfirmasikan kepada pihak BPN pada saat diskusi dan diakui ada oknum petugas yang melakukan pungli," kata Majid.<br /><br />Selain itu, kata dia, lemahnya koordinasi lintas instansi BPN yang masih lemah, sehingga sering pelayanan yang diberikan BPN cenderung lama dan berbelit-belit.<br /><br />BPN, kata dia, merupakan instansi vertikal yang tidak memiliki hubungan kerja dengan pemerintah daerah, hal tersebut karena masalah pertanahan bukanlah perkara yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.<br /><br />Namun pada praktiknya, persoalan pertanahan juga harus ditangani oleh pemerintah daerah mulai dari rukun tetangga, desa, kabupaten hingga provinsi, bahkan berbagai persoalan pertanahan juga harus ditangani polisi.<br /><br />Sayangnya, keterlibatan lintas instansi tersebut ini tidak disertai dengan mekanisme kerja lintas instansi, juga tidak disertai dengan penguatan sumber daya manusia yang sinergi, akibatnya masalah pertanahan selalu menjadi bola panas dan tidak ada kesamaan pandangan dalam penanganannya.<br /><br />Selain itu, data base pertanahan juga masih sangat lemah, sertifikat yang masuk data base baru mulai 2001 ke atas, sedangkan pada 2001 ke bawah belum masuk data base, kondisi tersebut membuat banyaknya kasus tumpang tindih lahan.<br /><br />Bukan hanya itu, persoalan tentang berkurangnya luasan lahan dibanding dengan sertifikat yang telah ada, juga sering menimbulkan persoalan yang rumit di masyarakat.<br /><br />"Misalnya di sertifikat luas tanah 3.000 meter, tetapi kemudian pada praktiknya hanya 2.000 meter, saat ditanyakan ke BPN hanya diminta membuat sertifikat baru, jadi masyarakat rugi," katanya.<br /><br />Kepala Seksi Pendaftaran Peralihan Pembebanan Hak dan PPAT BPN Kalsel Akhmad Suhaimi pada diskusi tentang permasalahan pertanahan di Ombudsman mengatakan, ada beberapa persoalan yang kini terjadi di internal BPN.<br /><br />Persoalan utama adalah masalah sumber daya manusia yang kurang, dan pendidikan yang sebagian masih pendidikan SMA.<br /><br />"Misalnya saja untuk penjaga loket yang merupakan garda depan masuknya berbagai persoalan masih dilakukan oleh lulusan SMA, padahal pada tahapan tersebut, merupakan tahapan utama untuk melakukan seleksi dan langkah selanjutnya," katanya.<br /><br />Saat ini perbaikan birokrasi di BPN masih terus dilaksanakan di seluruh sektor, untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat.<br /><br />Hadir pada acara tersebut perwakilan dari BPKP, Polda dan pimpinan media massa.<strong> (phs/Ant)</strong></p>