Pemkab Barito Utara Tunggu Rekomendasi Panglima Batur

oleh
oleh

Pemerintah Kabupaten Barito Utara, kini menunggu rekomendasi persetujuan dari Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) terkait usulan seorang pejuang perang Barito bernama Panglima Batur menjadi pahlawan nasional dari pemerintah daerah setempat. <p style="text-align: justify;">"Saya dapat infomasi surat rekomendasi persetujuan itu sudah ditandatangani Gubernur Kalimantan Tengah,Teras Narang, namun sampai kini masih belum kita terima," kata Bupati Barito Utara, Achmad Yuliansyah di Muara Teweh, Kamis.<br /><br />Menurut Yuliansyah, surat rekomendasi itu merupakan salah satu bahan administrasi pengusulan nama Panglima Batur untuk dijadikan pahlawan nasional kepada pemerintah pusat.<br /><br />"Jadi kami masih menunggu rekomendasi itu sebagai bahan untuk di bawa ke Jakarta," katanya.<br /><br />Yuliansyah mengakui sebelumnya permohonan rekomendasi itu sempat tertunda karena gubernur Kalteng meminta melakukan penelitian ulang tentang usulan Panglima Batur menjadi pahlawan nasional itu.<br /><br />Namun dirinya menyatakan tidak habis pikir kenapa gubernur meminta dilakukan penelitian ulang, padahal rekomendasi dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) kabupaten dan provinsi telah menyetujui usulan tersebut.<br /><br />"Jadi semua tahapan sudah dilakukan namun setelah diajukan untuk mendapat rekomendasi gubernur malah minta diteliti lagi, lalu bagaimana rekomendasi dari TP2GD yang ditugasi meneliti semua itu," kata Yuliansyah.<br /><br />Yuliansyah mengatakan, selama ini tahapan untuk mengusulkan Panglima Batur menjadi pahlawan nasional sudah dilakukan baik seminar di kabupaten maupun provinsi.<br /><br />Bahkan Pemkab Barito Utara yang langsung dipimpin bupati Achmad Yuliansyah mengunjungi ke Belanda untuk mencari data kebenaran tenggelamnya kapal perang Onrust sekitar tahun 1859 silam yang merupakan rangkaian perjuangan pejuang tersebut.<br /><br />Usulan Panglima Batur menjadi pahlawan nasional kepada pemerintah pusat terhadap pejuang perang Barito yang terjadi tahun 1865-1905 silam itu sebagai bentuk penghormatan kepada pejuang, apalagi Panglima Batur kelahiran Kabupaten Barito Utara.<br /><br />Panglima Batur kelahiran tahun 1852 di desa Buntok Baru Kecamatan Teweh Tengah, Barito Utara meninggal di usia 53 atau pada 5 Oktober 1905 dan dimakamkan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.<br /><br />"Saat ini kami masih menunggu rekemondasi persetujuan gubernur itu saja lagi, rencananya tahun 2012 juga diusulkan kepada pemerintah pusat," jelas dia.<br /><br />Pemerintah Kabupaten Barito Utara juga telah membangun monumen Panglima Batur setinggi empat meter terbuat dari tembaga (perunggu) dengan berat 800 kilogram yang diresmikan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta pada 9 Maret 2010.<br /><br />Monumen yang dibuat secara khusus oleh pematung I Nyoman Alim Mustapha dari Dusun Batikan Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah di taman Seribu Riam yang terletak di depan rumah dinas bupati setempat di Muara Teweh.<br /><br />Pemerintah di kabupaten pedalaman Kalteng itu juga telah menyusun buku sejarah tentang perjuangan Panglima Batur bersama rakyat Barito lainnya melawan Belanda.<br /><br />"Data pendukung juga sebagian dihimpun langsung dari ahli waris beliau, saat ini ada yang masih hidup," katanya.<br /><br />Dalam buku itu diceritakan sejarah tentang terbunuhnya Panglima Batur dengan cara diduga digantung oleh Belanda tahun 1905 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.<br /><br />Seorang tentara Belanda yang menghukum gantung pejuang rakyat pedalaman Barito ini juga merupakan pelaku yang mengeksekusi pejuang rakyat Aceh yang juga pahlawan Nasional bernama Teuku Umar.<br /><br />Melawan Belanda Pejuang di Daerah Aliran Sungai Barito itu merupakan tangan kanan pejuang lainnya yaitu Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari-Pahlawan Nasional Kalimantan Selatan) ini bersama pasukannya hanya dilengkapi alat sederhana melawan Belanda yang menggunakan persenjataan lengkap.<br /><br />Kawasan yang menjadi tempat pertempuran itu berada di sekitar Desa Buntok Baru, Butong, Lete, Mantehep (dekat Muara Teweh) bahkan sampai ke wilayah Manawing dan Beras Kuning wilayah hulu Barito.<br /><br />Pejuang Barito dari rakyat biasa ini ditangkap Belanda di Muara Teweh pada 24 Agustus 1905 dan dibawa ke Banjarmasin kemudian dihukum gantung dengan tuduhan makar, namun saat mau dieksekusi di tiang gantung salah satu alatnya tidak berfungsi dan saat itu rencana hukum gantung ditunda.<br /><br />Setelah tertunda sepekan, pejuang yang dicari-cari Belanda dengan hadiah 1.000 gulden apabila tertangkap itu kembali akan dihukum gantung, namun saat itu Belanda terkejut karena Panglima Batur sudah meninggal dunia.<br /><br />Jasad pejuang itu tetap dibawa ke tiang gantungan untuk diperlihatkan kepada masyarakat bahwa Panglima Batur benar-benar dihukum gantung dan jenazahnya dikubur di Kuin Banjarmasin, selanjutnya pada 21 Aril 1958 makamnya dipindahkan ke belakang masjid Jami’, Sungai Jingah, Banjarmasin. <strong>(phs/Ant)</strong></p>