Pendapatan Petani Plasma Rp 3 Juta/Hektare

oleh
oleh

Petani plasma di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan yang masih mempertahankan lahannya mulai menikmati pendapatan hasil kebun kelapa sawit dengan pola plasma periode Maret 2011 mencapai Rp3 juta per hektare. <p style="text-align: justify;">Seorang petani kelapa sawit di Kelumpang Selatan yang juga staf Dinas Pendidikan Kotabaru, Narso, Jumat mengatakan, hasil panen kebun plasma periode Maret meningkat tajam dibandingkan bulan sebelumnya.<br /><br />Hasil panen kelapa sawit di Desa Bumi Asih Rp2 juta per hektare (Ha), Desa Pantai Baru Rp2,1 juta per ha, Sei Kupang Jaya Rp2,3 juta per ha, dan Sangking Baru Rp3 juta per ha," jelasnya.<br /><br />Sementara hasil kebun kelapa sawit pada Pabruari Bumi Asih dan Pantai Baru sebesar Rp1,7 juta per ha, Sei Kupang Jaya Rp2 juta per ha, dan sangking Baru Rp2,1 juta.<br /><br />Abu Bakar yang juga petani plasma menambahkan, tiga bulan terakhir pendapatan kebun plasma berfluktuatif, terutama antara desa satu dengan desa yang lainnya.<br /><br />Misalkan, periode Januari, pendapatan kebun plasma untuk Desa Bumi Asih sebesar Rp1,5 juta per ha, Sangking baru 1,6 juta per ha, Sei Kupang Jaya mencapai Rp3,8 juta per ha, dan Sangking Baru Rp2,45 juta per ha.<br /><br />Menurut dia, meski beberapa tahun ini pendapatan anggota kebun plasma kelapa sawit meningkat, sebagian besar petani di empat desa tersebut sudah tidak lagi dapat menikmati hasil panen tandan buah segar.<br /><br />Pasalnya, lebih dari 60 persen kebun plasma milik warga transmigran tahun 80-an itu telah dijual kepada warga luar daerah, seperti kota Kotabaru, Banjarmasin, Jakarta, dan beberapa kota di Indonesia.<br /><br />Sehingga sampai saat ini warga setempat tetap saja menjadi buruh pemeliharan dan panen kebun sawit.<br /><br />Sementara uang hasil penjualan kebun plasma sebagian digunakan untuk membangun rumah, membeli kendaraan dan biaya ank sekolah ke perguruan tinggi dan keperluan rumah tangga.<br /><br />"Padahal, tujuannya dibuka plasma untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, namun kenyataanya mereka tetap menjadi buruh karena lahannya dijual," ujar Sugeng, transmigran yang kini sedang menyelesaikan pendidikan S2-nya di salah satu perguruan tinggi ternama. <strong>(phs/Ant)</strong></p>