Pengamat : Kebijakan Ekonomi Belum Sesuai Dengan Pancasila

oleh
oleh

Kebijakan ekonomi nasional masih banyak yang belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga memunculkan nafsu keserakahan, kata pengamat ekonomi dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Edy Suandi Hamid <p style="text-align: justify;">Kebijakan ekonomi nasional masih banyak yang belum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga memunculkan nafsu keserakahan, kata pengamat ekonomi dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Edy Suandi Hamid<br /><br />"Banyak kebijakan negara yang arahnya bertentangan dengan prinsip-prinsip atau pilar-pilar ekonomi Pancasila, seperti kebijakan impor beras, kenaikan harga bahan bakar minyak, kebijakan rekapitulasi perbankan dan utang luar negeri, serta praktik manipulasi dan korupsi yang meluas di pemerintahan," katanya di Yogyakarta, Kamis.<br /><br />Menurut dia dalam diskusi "Ekonomi Kerakyatan Sebagai Basis Ekonomi Pancasila: Belajar dari Mubyarto", kebijakan tersebut sebenarnya bisa diuji oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan demikian, MK perlu dilengkapi dengan tenaga atau staf ahli di bidang ekonomi khususnya disesuaikan dengan Pancasila.<br /><br />"Sungguh naif mengharapkan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi dilakukan masyarakat jika kebijakan pemerintah menyimpanginya. Kontekstualisasi dan implementasi Pancasila tidak bisa dilepaskan dari penegakan perundang-undangan yang berlaku, yang juga bersumber dari Pancasila," kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) ini.<br /><br />Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Musa Asy`arie mengatakan pembangunan nasional dengan prioritas ekonomi berdasarkan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akhirnya hanya akan mempertajam kesenjangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik.<br /><br />Kondisi itu, menurut dia menyebabkan yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, dan pertumbuhan ekonomi hanya beredar serta dikuasai segelintir elite yang sudah "teken" kontrak dan terkait erat dengan jaringan ekonomi kartel.<br /><br />"Pendekatan pertumbuhan ekonomi tersebut belum berubah, baik di Orde Baru maupun Orde Reformasi saat ini. Akibatnya, terjadilah demoralisasi seperti mafia pajak dan mafia hukum," kata Guru Besar Filsafat UIN Sunan Kalijaga ini. (Eka/Ant)</p>