Pengamat : Pulang Pisau Sebaiknya Bangun Pagar Hidup

oleh
oleh

Pengamat sosial kemasyarakatan Prof Dr HM Norsanie Darlan MS, PH dari Universitas Palangka Raya (Unpar) menyarankan, pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, sebaiknya membangun pagar hidup (biologis). <p style="text-align: justify;">"Pagar hidup lebih menarik perhatian publik, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pembangunan, guna peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat setempat," lanjutnya kepada Antara Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Kamis.<br /><br />Guru Besar pada satu-satunya universitas negeri dan tertua di "Bumi Isen Mulang" Kalteng itu menerangkan, pengertian pagar hidup, yaitu tanaman yang banyak memberikan manfaat untuk rakyat di sekitar tersebut.<br /><br />Sebagai misal Kabupaten Kapuas, Kalteng menanam tanaman Murbay. Nanti kalau sudah tumbuh dilanjutkan mencari ulat sutera, sehingga masyarakat sekitar diberikan pelatihan mengambil benang pada kepumpong dan menenun.<br /><br />"Dengan usaha tersebut lambat laun produksi sutra akan muncul di Kapuas. Dan kesejahteraan penduduk-pun pada waktunya akan meningkat," tandas anak dari Desa Anjir Serapat Kapuas, Kalteng itu.<br /><br />"Alternatif lain, yang mungkin bisa dilakukan Pulang Pisau (sebuah kabupaten baru, pemekaran dari Kab Kapuas), menanam tanaman keras, berupa pohon mahuni di kanan-kiri jalan. Ini juga menjadikan pagar biologis," sarannya.<br /><br />Menurut dia, kalau pagar biologis terwujud, seperti tanaman pohon mahuni, maka ketika bupati atau orang lain melintas di jalanan tersebut 5 – 10 tahun mendatang akan terlihat hasilnya, sekaligus beda dengan kabupaten lain.<br /><br />Oleh karenanya, Bupati Pulang Pisau selaku penguasa wilayah, jangan membiarkan kanan kiri jembatan layang Tumbang Nusa kosong, tanpa tanaman yang bermanfaat serta memiliki nilai ekonomi.<br /><br />Dalam kaitan membangun pagar biologis pada kanan kiri jembatan Tumbang Nusa yang panjang bentang mencapai belasan kilometer di atas rawa bergambut itu, mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kalteng tersebut, berpendapat, mungkin cocok ditanam pohon "Rambai".<br /><br />Pohon rambai yang juga termasuk tanaman basah atau tahan air itu pada umumnya tumbuh di muara-muara atau pinggiran sungai, seperti terdapat pula di muara Sungai Kahayan atau di tepi Laut Jawa.<br /><br />Ia berkeyakinan, dalam waktu 5 – 10 tahun ke depan pohon-pohon rambai tersebut akan menghiasi sekitar jembatan layang Tumbang Nusa, yang mungkin juga sebagai jematan terpanjang di tanah air ini.<br /><br />"Dengan demikian pula, seakan-akan Jembatan Tumbang Nusa itu betul-betul melintas di atas perairan. Dan sebaiknya tanaman itu tersusun rapi dengan ukuran yang hampir sama, baik jarak tanam maupun dengan jembatan," ujar mantan aktivis Ikatan Pera Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut.<br /><br />"Kalau hal itu terwujud, hewan, kera, "bakantan" (kera hidung panjang/kera Belanda), salah satu spesies bangsa kera yang mulai punah di tepiah muara Sungai Kahayan akan dapat hidup lagi dengan tenang, asalkan jangan diganggu," lanjutnya.<br /><br />Keberadaan pohon rambai dan kehidupan satwa-satwa sekitar Jembatan Tumbang Nusa, menurut Profesor yang berkarir mulai dari pegawai rendahan (pesuruh) itu, akan menjadi tuntonan bagi masyarakat yang haus hiburan dan punya makna tersendiri.<br /><br />Selain itu, akan mendatangkan wisatawan baik domistik maupun dari mancanegara, karena kera jenis hidung panjang yang menjadi maskot fauna provinsi tetangga Kalsel tersebut sudah mulai langka, demikian Norsanie Darlan. <strong>(das/ant)</strong></p>