Perjelas Status Tata Ruang Wilayah Hentikan Pemiskinan Terstruktur

oleh
oleh

Tata ruang wilayah menjadi acuan utama dalam merancang kebutuhan pembangunan dan penataan kawasan, sehingga harus dirancang dengan detil jangan sampai ada masyarakat yang tinggal di pedalaman tetapi kampung mereka dimasukkan dalam kawasan hutan. <p style="text-align: justify;">“Sejak negeri ini belum merdeka, banyak warga yang tinggal dikawasan pedalaman, kampung mereka dimasukan dalam kawasan hutan, mestinya kampung mereka dikeluarkan dari kawasan hutan,” kata Heri Jambri, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang baru-baru ini.<br /><br />Menurutnya, sampai saat ini aturan tentang tata ruang wilayah di Sintang belum ada kejelasan meskipun beberapa waktu lalu sudah dirancang dan bahkan sudah ada persetujuan dari pusat.<br /><br />“Saya kira masalah tata ruang ini perlu segera dikoordinasikan agar bisa dirumuskan segera dalam bentuk perda,” kata dia.<br /><br />Menurutnya, fakta dilapangan menunjukkan tidak sedikit kampung-kampung yang berada di kawasan pedalaman masuk dalam kawasan hutan sehingga penduduk setempat mereka dibatasi dalam penggunaan lahan.<br /><br />“Akibatnya juga akan berdampak pada upaya pemenuhan kesejahteraan rakyat di pedalaman karena akses mereka minim terhadap kepemilikan lahan,” ujar anggota Komisi II DPRD Sintang ini.<br /><br />Jangan sampai kata dia timbul anggapan dengan menetapkan status kawasan hutan, pemerintah hanya melakukan upaya konservasi terhadap monyet atau orangutan, sementara masyarakat yang tinggal di dalam kawasan hutan terlupakan.<br /><br />“Manusianya dulu yang kita benahi, diberikan penguatan dalam upaya mencapai kesejahteraan, baru hewan-hewan itu bisa terlindungi, jangan sampai negara lebih peduli pada monyet dari masyarakatnya,” imbuhnya.<br /><br />Ia juga melihat upaya pemiskinan terstruktur terhadap masyarakat yang secara pengetahuan dan informasi masih sangat terbatas karena minimnya fasilitas yang disediakan pemerintah.<br /><br />“Kondisi masyarakat saat ini sepertinya terpelihara dengan baik sehingga apapaun yang dibawa pemerintah termasuk investasi akan mudah diterima karena daya kritis masyarakat kurang akibat minimnya pengetahuan dan informasi,” kata dia.<br /><br />Ia mencontohkan di kawasan serawai dan ambalau, pemerintah mengizinkan investasi untuk memanfaatkan hasil hutan kayu yang ada di kawasan itu.<br /><br />“Sampai saat ini bisa dilihat, sudah 35 tahun ada HPH, ada kontribusi besar apa yang diberikan perusahaan itu untuk masyarakat setempat selain dari mengangkut habis sumber daya alam yang ada di kawasan itu, masyarakat jadi penonton ditanahnya sendiri,” kesalnya.<br /><br />Terhadap investasi perkebunan kelapa sawit juga seperti itu, ia melihat ada upaya pemiskinan terstruktur dimasyarakat ketika pemerintah mengizinkan beroperasinya sebuah perusahaan dengan alasan mendorong investasi.<br /><br />“Padahal itu salah satu hal yang menunjukkan bahwa sebenarnay pemerintah tidak mampu membangkitkan kemandirian masyarakat memenuhi kesejahteraanya sehingga aset yang sebenarnya bisa dikelola masyarakat dengan bantuan stimulus pemerintah dilepaskan untuk perusahaan,” tukasnya.<br /><br />Sementara disisi lain, dengan segala keterbatasan yang ada di masyarakat, mereka akhirnya dengan mudah melepaskan lahan yang menjadi aset kehidupan mereka untuk perkebunan sawit skala besar hanya dengan nilai ganti rugi yang kecil.<br /><br />“Bahkan ada yang hanya diganti Rp 100 ribu per hektar, inikan konyol, artinya lahan yang beberapa tahun kedepan bisa dimanfaatkan untuk mengantisipasi perkembangan penduduk sudah lepas ke perusahaan yang akan mengelolanya hingga puluhan tahun,” kata dia.<br /><br />Artinya kata dia masyarakat sangat lemah tanpa pendampingan dan informasi yang benar dari pemerintah maupun perusahaan ketika investasi masuk ke kawasan mereka.<br /><br />“Penduduk bertambah, lahan semakin berkurang, yang ada sudah dikelola perusahaan, mau kemana lagi masyarakat, sementara lahan adalah aset berharga mereka untuk menerusakan kehidupan,” pungkasnya. <strong>(phs)</strong></p>