Petani Desak Pola 8:2

oleh
oleh

Rombongan kepala desa se-Kecamatan Nanga Mahap menyampaikan aspirasi kepada DPRD Sekadau. Pertemuan membahas sistem perkebunan di wilayah Kecamatan Nanga Taman, Kecamatan Sekadau Hulu, dan Kecamatan Nanga Mahap notabene dalam pengelolaan PT Sumatera Makmur Lestari (SML). <p>Para petani sepakat memperjuangkan sistem pembagian 8:2. Artinya, delapan bagian hasil panen kelapa sawit untuk perusahaan sedangkan dua bagian menjadi hak petani. <br /><br />Selama ini, menurut Kepala Desa Sungai Lawak, Raharjo, banyak biaya potongan sehingga memberatkan petani. Potongan resmi mencakup lima item mencakup kredit bank, biaya penen dan perawatan, pupuk, manajemen fee, dan fee KUD. Bahkan, potongan untuk manajemen mencapai lima persen. <br /><br />“Kami mau pola 8:2 tanpa potongan,” kata rombongan, Kamis (15/03/2012) siang.<br /><br />Perjuangan para petani selain mendatangi wakil rakyat juga dengan memagar beberapa ruas jalan kebun. Kepala Desa Nanga Tungkak, David meminta dewan bersama eksekutif merespons dengan menggodok peraturan daerah tentang perkebunan. Selama ini, masyarakat menganggap pola 9:1 artinya satu bagian hasil panen sawit bersih untuk petani. Paling memberatkan potongan lima persen untuk fee manajemen perusahaan. <br /><br />“Lucu, petani yang menggaji perusahaan,” tutur dia.<br /><br />Senada, petani Aloysius Uas menceritakan pernah menyerahkan 43 hektere lahan pada tahun 2005 kepada perusahaan. Ganti rugi setiap hektere sekitar Rp 500 ribu dari perusahaa. Kini, ia memiliki delapan hectare lahan sawit di desa. <br /><br />Ironisnya, setelah dua tahun berbuah, manajemen perusahaan enggan menyampaikan informasi seputar hasilnya. Bahkan setelah dia proaktif mencari data seputar hasil panen maka diketahui kalau hasil panen mencapai Rp7 juta. Tetapi, bagiannya hanya Rp 1 juta. <br /><br />“Terlalu banyak potongan sehingga saya menolak menerima uang tesebut,” sebutnya.<br /><br />Sadar terhadap sistem perusahaan sawit yang menyengsarakan petani maka Uas berontak. Ia berusaha mengkoordinir rekan-rekan petani untuk memperjuangkan hak terhadap perusahaan. <br /><br />“Saya sering mendapat penghinaan dari perusahaan namun tetap berjuang,” papar dia.<br /><br />Beberapa mendatangi perusahaan namun belum dapat beri keputusan karena menunggu pimpinan di Jakarta. Sadar itikat perusahaan melenceng memotivasi petani menghadap wakil rakyat. Mereke diterima para anggota komis A dan komisi B DPRD. <br /><br />Turut hadir dalam pertemuan itu Camat Nanga Taman Apronius Akim Sehan serta pegawai Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sekadau. Pemerintah Sekadau mengakui PT SML minim sosialisasi. Berdasarkan ketentuan maka 20 persen dari luas kebun perusahaan harus milik masyarakat. <br /> <br /><strong>Terima Komiditas Sawit, Tolak Sistemnya</strong><br /><br />Wakil rakyat Sekadau Nobertus menyarankan petani sawit solid dalam memperjuangkan hak-haknya. Kekuatan rakyat sangat penting untuk mengimbangi sistem atau pola perusahaan perkebunan sawit yang sangat timpang terhadap petani sebagai pemilik tanah. Pembagian 8:2 menurutnya realistis dan sesuai ketentuan. Jika perusahaan melanggar dengan berbagai dalih maka sudah termasuk melawan aturan. <br /><br />“Kita terima komoditas sawit tapi tolak pola perusahaan terutama para oknum yang bermain,” kata dia, Kamis (15/3).<br /><br />Skala perjuangan kata Nobertus harus melibatkan jaringan dan relasi. Mengingat, sistem perkebunan sawit merupakan pola dari pemerintah pusat. Ia memberi apresiasi tinggi terhadap para kepala desa se-Kecamatan Nanga Mahap. Sebenarnya terlalu banyak persoalan yang dihadapi para petani di kebun sawit hanya saja diredam dan tak muncul ke permukaan.</p> <p>Beberapa tahun ke depan, masyarakat desa turun ke kota karena lahan sudah semakin sempit. Sementara, perusahaan sawit terbukti gagal mensejahterahkan seperti janji-janji yang didengungkan. Masyarakat yang minim keahlian tersebut berpotensi menjadi pengemis. <br /><br />“Pemerintah harus bertanggungjawab dan mengantisipasi ini,” tutur dia.<br /><br />Senada, anggota dewan Muhammad menilai sikap masyarakat memagar ruas jalan perkebunan sebagai bentuk perjuangan yang dijamin undang-undang. Hanya saja jangan sampai merusak atau anarkis. <br /><br />“Jalan umum biarkan tetap normal,” kata dia.<br /><br />Kesempatan sama, legislator Indra Brata mengatakan perjanjian dengan perusahaan bisa direvisi bila masyarakat merasa dirugikan. Terlebih pola kebijakan perusahaan yang memberatkan petani wajib ditinjau. <br /><br />“Idealnya sama-sama menguntungkan untuk kesejahteraan rakyat,” ungkap dia.<br /><br />Seluruh dewan sepakat mengingatkan petani agar jangan sampai menjual tanah kepada perusahaan. Terlebih, setelah mendapat hasil dari panen perkebunan sangat kecil memicu aksi penjualan besar-besaran petani kepada perusahaan.</p> <p>“Persoalan pasti datang sejak penduduk berkenan menyerahkan tanahnya kepada perusahaan,” ucap wakil rakyat Paulus Subarno.</p> <p>Dewan kata  Subarno segera mencari tahu Amdal dari PT SML. Tenaga kerja seharusnya memiliki kontrak. <br /><br />“Kita segera panggil dinas terkait,” tutur dia.</p>