PHP : Pemerintah Perlu UU Beragama

oleh
oleh

Pemerintah perlu menyiapkan Undang-Undang Beragama yang diyakini dapat mengatur kehidupan beragama sekaligus meminimalsir peluang terjadinya ketersinggungan dan penodaan keyakinan di Tanah Air. <p style="text-align: justify;">Pemerintah perlu menyiapkan Undang-Undang Beragama yang diyakini dapat mengatur kehidupan beragama sekaligus meminimalsir peluang terjadinya ketersinggungan dan penodaan keyakinan di Tanah Air.<br /><br />"UU itu juga diperkirakan dapat menghindari tekanan dari negara luar terkait penataan agama di Inodonesia," kata Presiden LSM Perjuangan Hukum an Politik (PHP) HMK Aldian Pinem di Medan, Jumat.<br /><br />Hal itu disampaikannya terkait adanya surat dari 27 anggota Kongres AS yang mendesak pencabutan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 3 Tahun 2008 mengenai Ahmadiyah.<br /><br />Memang, kata dia, surat dari 27 anggota Kongres AS tersebut telah menimbulkan kesan adanya intervensi dari negara adidaya itu terhadap keberagamaan di Indonesia.<br /><br />Bahkan, surat yang berisi desakan itu juga mengesankan 27 anggota Kongres AS tersebut berupaya melanggar kedaulatan peraturan yang yang telah ditetapkan pemerintah.<br /><br />Ke-27 anggota Kongres AS tersebut berupaya mencampuradukkan kebebasan memeluk agama di Indonesia yang diatur dalam Pasal 28 UUD 1945 dengan penodaan agama atau pelecahan agama yang dilakukan Ahmadiyah.<br /><br />Namun jika dikaji lebih jauh, peluang intervensi itu muncul karena adanya kekosongan hukum di Indonesia yang belum memiliki UU Beragama yang mengatur tentang cara keberagamaan di Tanah Air.<br /><br />Untuk itu, pemerintah harus menyiapkan UU Beragama agar peluang ketersinggungan dan penodaan agama dapat dihindari sekaligus mudah diketahui.<br /><br />"Sebagai negara yang menjunjung asas ‘recht state’ (negara hukum), sudah saatnya Indonesia membuat UU Beragama," katanya.<br /><br />Menurut Aldian Pinem, jika memiliki UU Beragama, pemerintah memilik landasan yang kuat untuk menindak kelompok mana pun yang telah membuat ketersinggung keyakinan.<br /><br />Hal itu disebabkan UU Beragama itu akan membuat aturan baku yang tegas mengenai nama agama, nabi, ritual ibadah, kitab suci, sejumlah budaya yang menyertai agama tersebut serta ketentuan dalam membuat agama baru.<br /><br />"Jika ada yang meniru suatu agama, pemerintah dapat bertindak karena telah terjadi pelecehan atau penodaan agama," kata anggota Dewan Kehormatan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Pusat itu.<br /><br />Kekosongan hukum karena tidak adanya UU Beragama dapat dimanfaatkan kelompok tertentu yang ingin merusak atau menodai agama di Indonesia, ujarnya menambahkan.<br /><br />"Itu sangat berbahaya karena dapat memancing terjadinya konflik SARA dan membahayakan integrasi bangsa," kata Aldian Pinem.(Eka/Ant)</p>