Pola Komunikasi Elite PD dan Pemerintah Buruk

oleh
oleh

Pola komunikasi dan sosialisasi program pemerintah yang memberikan harapan kepada masyarakat harus diperbaiki. Sebab, hampir tidak ada program pemerintah yang genuine dan memberikan harapan kepada kesejahteraan rakyat mampu menandingi isu-isu negatif yang berkembang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hendaknya segera mengambil langkah tegas terhadap anggota kabinetnya agar persoalan-persoalan baru tidak menjadi beban dan semakin merontokkan wibawa pemerintah di mata rakyat. <p style="text-align: justify;">“Setiap hari bahkan setiap jam, informasi yang berkembang di masyarakat masih fokus kepada persoalan hukum seperti kasus korupsi dan kekerasan di tengah masyarakat. Media massa belum melirik adanya isu genuine yang mampu mengangkat nama pemerintah di mata rakyat. Sehingga memunculkan harapan yang lebih besar. Unsur pesimisme seperti dugaan keterlibatan elite-elite  politik dalam kasus hukum, korupsi,  justru menjadi santapan utama media,” tegas Sekretaris Jenderal The Founding Fathers House (FFH) Syahrial Nasution kepada wartawan di Jakarta, kemarin.<br /><br />Dia menambahkan, pola komunikasi yang  buruk juga terus dipertontonkan elite di Partai Demokrat (PD) yang merupakan partai penyokong utama pemerintah. Dimulai soal wacana pelengseran Ketua Umum PD, Anas Urbaningrum, dalam kasus korupsi dengan terdakwa mantan Bendahara Umum PD Nazaruddin. <br /><br />Perpindahan posisi anggota DPR Fraksi PD Angelina Sondakh dari komisi X ke Komisi III di DPR-RI hingga wacana yang dikembangkan Wasekjen PD Ramadhan Pohan soal keterkaitan Wiranto dalam persidangan kasus Nazaruddin. Bahkan, SBY selaku Ketua Dewan Pembina PD menuding elite PD tidak cerdas dalam melakukan reposisi Angelina yang juga tersangka kasus Wisma Atlet di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). <br /><br />“Buruknya pengelolaan teknik komunikasi pejabat pemerintahan dan elite PD di tengah rencana pemerintah akan menaikkan harga BBM akan terus membebani SBY. Baik menteri maupun elite PD tidak mampu mengelola program isu yang kuat untuk mengimbangi isu-isu negatif yang terus mendera SBY. Inilah kesimpulan dari hasil riset media content analysis FFH,” kata Syahrial.<br /><br />Peneliti FFH, Dian Permata, mengungkapkan ada dua (2) materi berita yang frekuensinya cukup siginifikan di media massa dan sangat beririsan dengan Partai Demokrat sepanjang Januari-Februari 2012. Yaitu polemik pelengseran Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan perpindahan Angelina Sondakh dari Komisi X ke Komisi III DPR RI. Munculnya dua berita tersebut, menambah daftar panjang isi publisitas negatif yang berhubungan dengan PD. Padahal, sepanjang 2011, PD sebetulnya sudah dipusingkan dengan sejumlah berita yang membawa efek negatif bagi partai yang didirikan SBY tersebut. <br /><br />“Praktis, PD menjadi santapan empuk media massa. Namun hal ini sangat berbahaya bagi SBY sebagai presiden. Sebab, citra negatif dari sisi pemberitaan terhadap kasus-kasus hukum yang dialami elite PD juga berimbas buruk kepada SBY. Apabila pernyataan yang keluar dari elite PD bertendensi negatif di media, maka juga akan berpengaruh kepada kepercayaan publik. Sehingga, SBY harus ke luar dari situasi ini,” jelas Dian.<br /><br />Ditambahkan, buruknya pola komunikasi di PD dan para menteri tercermin dari tidak nyambungnya antara instruksi SBY dengan wacana yang berkembang di media massa. Pada awal tahun 2012 di Bursa Efek Indonesia (BEI), SBY mengeluarkan empat (4) seruan guna mengatasi masalah yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Yakni, infrastruktur, birokrasi, regulasi, dan korupsi. <br /><br />“Publik malah kembali disuguhi cerita dugaan penggelapan uang rakyat yang dilakukan aparatur direktorat perpajakan. Semacam kasus Gayus Tambunan jilid ke dua. Seruan awal tahun SBY sepertinya hanya mampu diterjemahkan oleh KPK. Hampir seluruh pimpinan KPK turun gunung menjelaskan kepada publik sejumlah kasus yang tengah mereka garap,” ujar Dian.<br /> <br />Data riset media content analysis tersebut bersumber dari 5.676 materi publikasi dari 12 media cetak, enam (6) televisi, dan tujuh (7) media online. Riset menggunakan metodelogi purposive sampling. Locus riset terhadap berita tematik dan berdasarkan kategori politik, hukum, dan ekonomi. <br /><br />Surat kabar yang dipilih berskala nasional. Kedua belas surat kabar tersebut yakni, Bisnis Indonesia 145 artikel (5 %), Indo Pos 214 artikel (8 %), Kompas 338 artikel (13 %), Kontan 94 artikel (3%), Koran tempo 389 artikel (14 %), Media Indonesia 365 artikel (13 %), Rakyat Merdeka 208 artikel (8 %), Republika 299 artikel (11 %), Seputar Indonesia 381 artikel (14 %), Sinar Harapan 120 artikel (4 %), Suara Pembaruan 84 artikel (3 %), dan The Jakarta Post 135 artikel (5 %).<br /> <br />Sebanyak 564 dari tayangan publikasi televisi. Masing-masing, Metro TV 64 tayangan berita (11 %). RCTI 91 tayangan berita (16 %).  SCTV 94 tayangan berita 1156 (17 %). Trans TV 24 tayangan berita  (4 %). TV One ada 214 tayangan berita (38 %). TVRI ada 77 tayangan berita (14 %).<br /> <br />Sejumlah 2.344 artikel dari media online yakni, Antara.com ada 243 artikel (10 %). Detik.com 349 artikel (15 %). Inilah.com 495 artikel (21 %). Kompas.com 310 artikel (13 %). Okezone.com 323 artikel (14  %). RepublikaOnline ada 231 artikel (10%). VIVANews.com 389 artikel (17 %). <strong>(phs/Press Release Founding Fathers House)</strong></p>