Rumah Panjang Kabupaten Sintang Tinggal Impian

oleh
oleh

Tidak sedikit pejabat dilingkaran eksekutif, legislatif maupun tokoh masyarakat yang sangat dikenal di Sintang berasal dari etnis Dayak, namun sampai saat ini Sintang masih belum memiliki rumah panjang sebagai ciri khas dalam upaya mempertahankan budaya. <p style="text-align: justify;">Demikian disampaikan Selamat, salah seorang warga dari Kecamatan Ketungau Tengah kepada kalimantan-news beberapa waktu lalu.<br /><br />“Suatu bangsa dalam upaya mempertahankan budayanya agar budaya tersebut tidak punah, maka perlu adanya para pemimpin mulai dari kumpulan lembaga adat yang mendiami suatu wilayah tersebut untuk melestarikan budaya yang ada, salah satunya yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat adalah rumah panjang atau betang panjang,” kata Selamat didampingi Semitau, Wakil Masyarakat Adat Matai Desa Panding Jaya Kecamatan Ketungau Tengah.<br /><br />Ia mengatakan, ketika para pemuda atau remaja ingin mengetahui budaya Dayak, mereka sangat terbantu dengan setahun sekali kegiatan gawai dayak seperti di rumah panjang di Jalan Soetoyo Pontianak.<br /><br />“Itu jelas sangat berpengaruh dalam arti kita dapat bergaul dengan berbagai macam suku Dayak yang ada di Kalbar dan itu merupakan tempat silahturahim antar sesama pemuda dayak dan dapat menambah aset budaya yang ada,” jelasnya.<br /><br />Apalagi menurutnya, ketika gawai, ada berbagai macam perlombaan seperti lomba bujang dara Dayak dengan menonjolkan intelektualitas mereka masing-masing.<br /><br />“Jadi cerita gawai Dayak tidak seperti dilontarkan sebagian kalangan yang mengatakan gawai Dayak kurang baik dalam arti kerja satu tahun habis dengan atau oleh gawai satu hari, pemahaman seperti itu tidak benar,” kata dia.<br /><br />Menurutnya, di kalangan masyarakat Dayak Kabupaten Sintang, sudah lama  mendambakan hal semacam itu supaya budaya atau ciri khas Dayak yang ada di kabupaten sintang dikenal.<br /><br />“Apalagi selama ini yang menjadi pemimpin lembaga Legislatif juga orang Dayak bahkan sampai tiga periode,  begitu juga bupatinya,” ucapnya.<br /><br />Selain itu ia menjelaskan, soal rumah panjang ini, dulu ada informasi kalau tiangnya sudah ditancap.<br /><br />“Tapi nyatanya tiangnya kemana serta lokasinya dimana, saya kira lembaga-lembaga yang berkompeten bisa menjadi pendukung berdirinya betang panjang, tetapi kenyataannya tidak ada realisasinya,” tukasnya.<br /><br />Ia mencontohkan di Sanggau dapat dilihat semuanya juga sudah ada rumah panjang yang didukung oleh lembaga adat dan kalangan rohaniawan, di Landak juga dapat dilihat rumah panjang ada dan mereka layak didukung karena benar-benar memperjuangkan kredibilitas budaya dayak tetap terjaga. <br /><br />“Tapi pertanyaannya untuk lembaga adat di Kabupaten Sintang, dimanakah tiang rumah panjang yang telah ada sebelumnya, mengapa selama ini tidak berdiri di tanah bumi senentang, sementara penduduk, pejabat di eksekutif dan legislatif banyak orang Dayak,” tanyanya.<br /><br />Apakah lanjut dia ada niat baik dari para pemimpin bersama masyarakat untuk merealisasikan rumah panjang berdiri di kota Sintang dan apakah tidak malu jika setiap kali gawai Dayak di Sintang hanya bisa dilaksanakan di gedung serba guna atau dilapangan sepak bola Sintang.<br /><br />“Mengapa dayak Sintang sulit menyatukan persepsi ketika ada masalah yang berkaitan dengan culture sehingga sering adanya ancaman ego masing-masing antar sesama dayak berdasarkan jalur sungai masing-masing,” jelasnya.<br /><br />Bahkan mungkin kata dia akan menggangu penduduk lain diluar Dayak yang seharusnya hidup berdampingan rukun etnis serta damai.<br /><br />“Tujuan dibentuknya lembaga dewan adat yang mengatasnamakan dayak apakah dibuat untuk kepentingan politik sebagian dayak atau untuk semua dayak dan penduduk diluar dayak?, mari kita berfikir bersama bahwa tujuan dibentuk lembaga adat dayak adalah semata-mata dibuat untuk kepentingan semua golongan, semua etnis yang ada di Kabupaten Sintang,” pungkasnya.<strong> (phs)</strong></p>