Tim Saber Pungli Melawi Tangkap dua Guru PNS

oleh
oleh

Dua oknum Guru PNS di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Nanga Pinoh, terkena Operasi Tertangkap Tangan (OTT) oleh Tim Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kabupaten Melawi, Rabu (30/8) lalu sekitar pukul 11. 30 WIb ketika aktivitas belajar mengajar di sekolah sedang berlangsung. <p style="text-align: justify;">Keduaa Guru PNS tersebut yakni Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Nanga Pinoh, berinisial HA (HA) dan Bendahara SMA Negeri 1 Nanga Pinoh, HPR (36). OTT tersebut terkait dengan dugaan pungli biaya pengambilan ijazah SMA Negeri 1 Nanga Pinoh.<br /><br />Ketua Satgas Saber Pungli, Kompol R Doni Sumarsono membenarkan adanya OTT pungli tersebut. Kasus ini sendiri bermula dari keluhan dan aduan sejumlah orang tua murid yang mengeluhkan belum bisa mengambil ijazah anaknya yang berada di SMA Negeri 1 Nanga Pinoh, karena diharuskan membayar biaya sebesar Rp. 200 ribu per siswa. <br /><br />“Ketika kami lakukan OTT pada rabu 30 Agustus 2017 pukul 11. 30 WIB, kami menemukan barang bukti berupa uang sebesar Rp. 400 ribu dari tangan para tersangka, yang merupaakan hasil pembayaran dua ijazah yang barusan dibayar dua orang siswa yang baru memgambil ijazah,” katanya saat melakukan konfrensi pers. <br /><br />Saat ini, kata Doni, pihak Polisi juga masih memeriksa sejumlah saksi. Kasus ini, menjadi sebuah keberhasilan bagi kami dalam pengungkapan Pungli. <br /><br />“Namun sekaligus sebagai kegagalan kami dalam mensosialisasikan berkaitan dengan larangan pungutan liar,” ucapnya.<br /><br />Doni mengatakan, kasus ini sebagai peringatan bahwa tim Saber Pungli serius memberantas pungli. <br /><br />“Kami sudah memberikan peringatan dan kasus ini menjadi contoh penegakan hukum terhadap pelaku pungli,” ujarnya.<br /><br />Pria yang juga menjabat sebagai Waka di Polres Melawi tersebut mengungkapkan, barang bukti OTT yakni uang sebesar Rp 400 ribu, satu buku catatan milik tersangka serta sejumlah uang yang diduga bersumber dari pungutan ijasah sebanyak Rp 9.400.000. <br /><br />“Jadi masing-masing siswa yang ingin mengambil ijazah harus menyerahkan uang sebesar Rp 200 ribu,” katanya.<br /><br />Kasus ini menjadi keprihatian dalam dunia pendidikan Melawi. Doni menegaskan penegakan hukum dalam upaya pemberantasan pungli tak melihat besar kecilnya barang bukti yang diamankan.<br /><br />“Tapi kami melihat tindak pidana serta dampaknya pada masyarakat yang dirugikan. Kami sendiri merasa prihatin karena masih adanya pungli yang juga menjadi bukti kegagalan dalam mencegah adanya pungli di instansi pendidikan. Ia pun berharap kedepannya seluruh instansi berupaya untuk menutup peluang terjadinya pungli sehingga tak ada lagi masyarakat yang menjadi korban,” ujarnya. <br /><br />Sementaraitu, Kasat Reskrim Melawi, Iptu Ketut Agus Pesek menerangkan, permulaan OTT berawal dari banyaknya laporan masyarakat terkait adanya indikasi pungli dalam pengambilan ijasah. <br /><br />“Jadi ada keluhan dari keluarga siswa yang belum mengambil ijasah karena biaya yang ditetapkan begitu besar. Sementara ada dari mereka yang tidak punya uang tidak bisa mengambil ijasah,” katanya.<br /><br />Oknum ini, lanjut Ketut, melakukan pungutan tanpa disertai dengan alasan yang tepat. Apa dasar pungutan tersebut dan juga tanpa melalui musyarawah komite sekolah. <br /><br />“Katanya uang tersebut untuk jasa menulis ijasah, Maka sekarang kita juga masih mengembangkan hal ini dengan meminta keterangan dari dinas pendidikan. Yang jelas kasus ini masih terus kita kembangkan,” katanya.<br /><br />Sejauh ini, ada 47 siswa yang telah menyetor untuk mengambil ijasah. Saat OTT dilakukan, Ketut juga mengungkapkan saat itu ada dua orang pelajar yang datang untuk membayar uang ijazah tersebut sehingga bukti OTT yang diperoleh sebesar Rp 400 ribu.<br /><br />“Jadi saat kita mendatangi SMA 1 Nanga Pinoh pengambilan ijazah dimintai permasing-masing siswa sebesar Rp 200 ribu dengan alasan atas perintah kepala sekolah, namun guru berinisial HPR ini tak bisa menunjukkan aturan yang digunakan,” katanya.<br /><br />Pungutan yang dilakukan kepada para siswa yang akan mengambil ijazah tersebutpun tidak ada hasil rapat ataupun pertemuan. Kedua tersangka hanya beralasan, biaya yang dipungut untuk biaya penulisan setiap ijazah. <br /><br />Ketut melanjutkan, sementara anggaran menulis ijazah sendiri, sudah tercantum dalam APBN sebesar Rp 3.500 per lembar. Begitu juga untuk blanko ijazah sudah dianggarkan oleh Negara. Polres juga sudah mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dalam kasus ini.<br /><br />“Terhadap para tersangka, dikenakan UU Tipikor nomor 20 tahun 2001 pasal 12 e dengan ancaman pidana minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun. Sedangkan untuk tersangka HP juga dijuntokan ke pasal 55 KUHP. OTT pungli ini bisa menjadi pembelajaran dan peringatan bagi sekolah maupun instansi yang masih menerapkan pungli untuk segera menghentikannya,” tegasnya. (KN)</p>