Wartawan Melawi Kecewa, Pembahasan Singkronisasi APBD Tertutup

oleh
oleh
Sejumlah wartawan yang terpaksa harus menunggu di depan pintu karena tidak dibolehkan masuk

MELAWI – Setelah beberapa kali tidak ada kesepakatan antara pihak Legislatif dan Eksekutif terkait APBD Melawi hingga membuat APBD Belum juga berjalan hingga saat ini, akhirnya rapat kembali dilaksanakan di DPRD Melawi, Selasa (6/2).

Namun sayangnya, beberapa kali rapat singkronisaso APBD 2018 tersebut, dilakukan secara tertutup dan tidak bisa diliput atau diikuti secara langsung oleh awak media.

Kondisi ini pun menimbulkan kekecewaan dari sejumlah awak media yang dari awal sudah menunggu untuk meliput kegiatan tersebut sejak pagi.

“Ini sudah dua kali dimana media dilarang meliput rapat sinkronisasi dan hasil evaluasi antara Pemkab dan DPRD tahun ini. Padahal agenda yang dibahas menyangkut APBD yang semestinya diketahui oleh masyarakat,” keluh Ketua perhimpunan Jurnalis (PENA) Melawi, Eko Susilo.

Lebih lanjut Eko Melawi mengatakan, pelarangan liputan ini justru memunculkan bahwa keterbukaan informasi publik belum berjalan sama sekali.

“Mengapa rapat yang semestinya bisa terbuka itu justru dilarang diliput. Padahal sesuai agenda pembahasannya terkait APBD Melawi. Mestinya yang namanya APBD harus diketahui oleh masyarakat, termasuk media,” katanya.

Ia menilai, peran media justru untuk memperjelas sampai dimana pembahasan APBD tersebut berlangsung. Bila dilarang diliput, bisa menimbulkan dugaan bermacam-macam terkait APBD ini, seperti ada sesuatu yang mesti disembunyikan dari masyarakat banyak.

“Bagi kami wartawan ini juga melanggar kebebasan pers. Seharusnya ada transparasi terhadap pembahasan anggaran daerah,” ucapnya.

Tak hanya, media, sejumlah anggota DPRD pun memilih tak mengikuti rapat terbatas. Pembahasan rapat yang dihadiri seluruh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), Bupati dan Pimpinan DPRD hanya diikuti segelintir anggota DPRD.

“Seharusnya APBD sebagai dokumen publik harus bersifat transparan, termasuk dalam pembahasannya. Artinya, APBD bukanlah dokumen tertutup yang harus ditutup-tutupi. Karenanya, proses pembahasannya dilakukan dengan juga mengundang pihak-pihak terkait yang mewakili elemen masyarakat,” paparnya.

Untuk diketahui, APBD melawi sebelumnya sudah diketuk palu alias di syahkan, serta sudah dilakukan asistensi ke pihak Pemerintah provinsi, yang kemudian Berita Acara Asistensinya harus ditandatangani oleh Ketua DPRD melawi.

Namun ketua DPRD melawi enggan untuk menandatangani, karena utang jangka pendek yang tidak dimasukan Pemkab Melawididalam APBD tersebut.

Seperti yang disampaikan Ketua DPRD melawi, Abang Tajudin, pada berita sebelumnya, bahwa pihaknya akan menandatangani apabila skema pembayaran atau sumber pembaayaran hutang jangka pendek yang berkisar Rp. 34 Milyar tersebut sudah jelas.

“Meskipun dibayarkan di APBD perubahan, namun kita minta skema pembayaran atau sumbernya harus jelas. Jangan sampai hanya menunda persoalan yang nantinya akan menambah runyam persoalan yang ada,” ucapnya.

Begitu juga yang disampaikan Wakil Ketua DPRD melawi, Kluisen, pihaknya akan menandatangani apabila Pemkab mengambil langkah untuk merasionalisasikan belanja, agar bisa membayar utang jangka pendek tersebut.

“Kami menawarkan, diantaranya yang bisa dirasionalisasikan adalah penundaan pembangunan kantor Bupati melawi, kemudian mengurangi anggaran pembangunan jembatan,” ucap kluisen.

Sementra Bupati Melawi menerangkan, hutang jangka pendek yang gagal bayar pada tahun lalu tak masuk dalam APBD Murni 2018 dikarenakan APBD 2018 diketuk pada 29 November 2017. Sementara perjalanan APBD 2017 baru ditutup pada 31 Desember 2017.

“Artinya saat ketuk palu, APBD 2017 ini masih berjalan satu bulan. Saat itu, kegiatan masih berjalan. Dan perhitungan utang baru diketahui setelah ada hasil audit oleh BPK,” jelasnya.

Panji juga menegaskan bahwa Ia tak mau mengorbankan pembangunan jembatan rangka baja atau kantor bupati sebagai sumber dana pembayaran piutang Pemda pada pihak ketiga. Menurutnya masih ada berbagai kegiatan lain yang bisa ditunda dengan kesepakatan bersama.

“Kalau untuk kantor Bupati dan Jembatan, saya keberatan kalau ditunda atau dikurangi. Untuk jembatan dan kantor bupati jangan dibuang karena ini pembangunan milik pemerintah dan masyarakat,” katanya.

Panji menilai kantor bupati merupakan hal yang paling penting karena menyangkut wibawa kabupaten. Karena kantor inilah menjadi tempat berjalannya pemerintahan. Setahu dirinya dari seluruh kabupaten di Indonesia, hanya Melawi yang tak lagi punya kantor bupati sendiri.

“Bagaimana kabupaten lain memandang kita. Dimana wibawa kita kalau kantor bupati pun kita tak ada. Sudah dua periode pemerintahan, dan saya bertekat agar agar periode saya kali ini bisa terbangun kantor bupati,” katanya.

Begitu juga dengan jembatan rangka baja, menurut Bupati Panji hal ini sangat berpengaruh dengan pembangunan di daerah yang akan dibangun infrastruktur jembatan tersebut. Seperti Pinoh Utara yang selama ini pembangunannya tak berjalan maksimal karena ketiadaan akses angkutan menuju seberang kota Pinoh tersebut.

“Dengan jembatan, banyak yang hal bisa dirasakan masyarakat. Bila kita bisa membayarnya dalam dua tahun mengapa harus tiga tahun,” ucapnya.

Hingga berita ini dinaikan, pihak legislatif dan eksekutif masih dalam proses pembahasan di dalam ruangan paripurna secara terttutup. (Edi/KN)