Ada Penggerogotan SDA di Perbatasan

oleh
oleh

Wacana pengibarkan bendera Malaysia oleh warga perbatasan ada yang menilai salah, ada juga yang menilai sah-sah saja, namun perlu dicermati lebih jauh soal pengelolaan sumber daya alam di perbatasan dan juga pendekatan pertahanan kemananan yang sepertinya perlu dievaluasi. <p style="text-align: justify;">“Saya kira sah-sah saja wacana itu muncul di masyarakat karena mereka selama ini kecewa dengan kualitas dan kuantitas pembangunan di kawasan perbatasan yang minim,” kata Heri Jambri, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sintang kepada wartawan baru-baru ini.<br /><br />Selain soal ketertinggalan dalam pembangunan, legislator Daerah Pemilihan jalur Ketungau ini  juga mengatakan ada hal yang lebih parah yang saat ini dialami masyarakat perbatasan.<br /><br />“Yaitu penggerogotan Sumber Daya Alam di kawasan perbatasan, kalau mau jujur itu perusahaan sawit yang beroperasi milik siapa, rata-rata itu milik orang Malaysia, tenaga kerjanya juga banyak dari luar,” jelasnya.<br /><br />Artinya kata dia secara tidak langsung orang Malaysia sudah menguasai lahan milik masyarakat Indonesia di Perbatasan melalui aktivitas investasi yang tidak jarang mengabaikan hak-hak masyarakat setempat.<br /><br />“Nasionalisme masyarakat perbatasan tidak perlu diragukan, kalau mau pindah warga negara sudah dari dulu dilakukan, kami tetap cintan Indonesia, tetapi kebutuhan masyarakat diperbatasan juga jangan sampai tidak diperhatikan,” imbuhnya.<br /><br />Soal pendekatan pertahanan dan keamanan di sepanjang kawasan perbatasan, ia mengatakan mestinya ditinjau ulang apalagi wilayah batas pernah jadi basisi operasi militer sehingga tidak sedikit masyarakat yang masih trauma dengan keberadaan aparat khususnya tentara.<br /><br />“Saya saja sendiri pernah merasakan wujud arogansi seorang tentara, padahal orang itu juga tahu posisi saya sebagai apa dan sedang apa,” tukasnya.<br /><br />Ceeritanya lanjut Heri Jambri, ketika itu ia hendak berangkat membawa pasien yang butuh penanganan segera. Secara kebetulan seorang oknum tentara melintas dengan kecepatan lumayan tinggi dan nyaris menabrak mobilnya.<br /><br />“Masalah sepele, sempat terjadi pembicaraan dan kemudian berlalu begitu saja,” ujarnya.<br /><br />Namun tidak lama ia memperoleh pesan pendek ke telepon genggamnya dari oknum tentara itu, pesannya berisi ancaman yang sangat melampaui batas, bahkan membawa-bawa nama komandan.<br /><br />“Makanya saya lihat keberadaan tentara diperbatasan perlu dievaluasi apalagi ketika terjadi arogansi, masyarakat juga masih ada yang trauma karena pernah ada operasi di kawasan perbatasan,” ucapnya. <strong>(phs)</strong></p>