Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat Sri Kadwati Aswin menyatakan, wilayah perbatasan masih kurang perhatian Pemerintah Pusat. <p style="text-align: justify;">Sri menjelaskan, dalam menyikapi sengketa Camar Bulan yang saat ini sedang hangat-hangatnya harus dengan bijak dan jernih. Kasus tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak sengketa perbatasan negara baik di darat dan laut. Penyebabnya belum tuntasnya kesepakatan dan perjanjian antar-negara baik yang bersifat bilateral, trilateral maupun multilateral yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.<br /><br />"Sehingga tidak heran apabila dikemudian hari kasus serupa dapat terjadi lagi di titik batas lainnya, baik dengan negara yang sama maupun dengan negara lain," tegas Sri di Pontianak, Jumat.<br /><br />Upaya mendorong Pemerintah Pusat untuk serius melaksanakan diplomasi menyelesaikan batas wilayah negara di Kalbar dengan Sarawak, kata Sri, sudah dilaksanakan sejak lama. DPD RI telah melakukannya sejak periode 2004-2009.<br /><br />"Namun lagi-lagi pemerintah belum menaruh perhatian lebih serius terhadap masalah-masalah tersebut," tegas Sri.<br /><br />Tahun lalu, lanjut dia, melalui Pansus Perbatasan Negara DPD RI, Kadarwati telah menyuarakan dengan tegas masalah perbatasan negara.<br /><br />"Dalam pertemuan tersebut diperoleh penjelasan bahwa agenda pertemuan bilateral antara Indonesia dengan Malaysia akan dilaksanakan pada akhir 2011," tegas istri mantan orang nomor satu di Kalbar Aspar Aswin itu.<br /><br />Menurutnya, perlu dirunut dari berbagai aspek mengenai sengketa perbatasan. Dari aspek filosofis, bagi warga negara Indonesia wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati yang harus dibela.<br /><br />Dari aspek historis, terkait proses penentuan batas wilayah negara dari era penjajahan ke era kemerdekaan yang tentu saja membawa konsekuensi yang berbeda, katanya.<br /><br />Selanjutnya dari aspek yuridis, bahwa kesepakatan dan kesepahaman tentang batas-batas wilayah kedaulatan suatu negara harus melalui proses yang cukup panjang. Mulai dari proses diplomasi antar negara, pengesahan oleh lembaga legislatif masing-masing negara hingga pengesahan perjanjian tersebut secara internasional oleh PBB, katanya.<br /><br />"Yang terakhir adalah aspek sosiologis, terkait dengan karakteristik dan budaya masyarakat masing-masing negara di wilayah perbatasan yang umumnya masih saling memiliki hubungan persaudaraan. Hal ini tidak hanya terjadi di perbatasan antara Kalbar-Sarawak, tetapi juga terjadi di perbatasan darat lainnya seperti di NTT dengan Timor Leste dan di Papua dengan Papua New Guinea," kata Sri.<br /><br />Ia menilai, terdapat berbagai referensi yang dapat menjadi bukti bahwa Camar Bulan milik Indonesia. Salah satunya banyak penduduk tetap yang secara sah berdomisili di daerah tersebut dan memiliki KTP Kabupaten Sambas.<br /><br />"Aktivitas penduduk di tempat itu dapat sebagai rujukan status kepemilikan wilayah tersebut," katanya. <strong>(phs/Ant)</strong></p>