BPK Temukan 11 Dugaan Peyimpangan Proyek Hambalang

oleh
oleh

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 11 dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan terhadap Pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON), Hambalang, Kabupaten Bogor yang merugikan negara sebesar Rp243,66 miliar. <p style="text-align: justify;">"Audit investigasi itu dilakukan BPK berdasarkan UU 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab keuangan Negara serta untuk memenuhi permintaan DPR RI tanggal 27 Februari 2012," kata Ketua BPK, Hadi Poernomo di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.<br /><br />Berikut adalah 11 temuan BPK tersebut:<br /><br /><strong>1. Surat Keputusan (SK) Hak Pakai</strong><br />a. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan surat keputusan pemberian hak pakai tanggal 6 Januari 2010 bagi Kemenpora atas tanah seluas 312.448 m2 di Desa Hambalang, padahal persyaratan berupa Surat Pelepasan Hak dari pemegang hak sebelumnya patut diduga palsu.<br />b. Kabag Persuratan dan Kearsipan BPN atas perintah Sestama BPN menyerahkan SK Hak Pakai bagi Kemenpora pada IM tanpa adanya surat kuasa dari Kemenpora selaku pemohon hak, hingga diduga melanggar Kep. Ka BPN 1 Tahun 2005 jo Kep. Ka BPN 1 Tahun 2010.<br /><br /><strong>2. Ijin Lokasi dan Site Plan</strong><br />Bupati Bogor menandatangani site plan, meskipun Kemenpora belum/tidak melakukan studi amdal terhadap proyek pembangunan P3SON Hambalang, sehingga diduga melanggaa dengan UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan diduga melanggar Peraturan Bupati Bogor 30 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengesahan Master Plan, Site Plan, Peta Situasi.<br /><br /><strong>3. Ijin Pendirian Bangunan (IMB)</strong><br />Kepala Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor Menerbitkan IMB, meskipun Kemenpora belum melakukan studi amdal terhadap proyek pembangunan P3SON Hambalang, sehingga diduga melanggar Perda Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Bangunan Gedung<br /><br /><strong>4. Pendapat Teknis</strong><br />Direktur Penataan Bangun dan Lingkungan Kementerian PU memberikan pendapat teknis yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 56/PMK.02/2010, tanpa memperoleh pendelegasian dari Menteri Pekerjaan Umum, sehingga diduga melanggar Per Menteri PU No 45 Tahun 2007<br /><br /><strong>5. Revisi Rencana Kerja Anggaran- Kementian Lembaga Anggaran 2010</strong><br />Menteri Keuangan dan Dirjen Anggaran, setelah melalui proses penelaahan secara berjenjang, menyetujui memberikan dispensasi perpanjangan batas waktu revisi RKA-KL TA 2010 dan didasarkan pada data dan informasi yang tidak benar, yaitu sebagai berikut:<br />a. Sekretaris Kemenpora mengajukan permohonan revisi RKA-KL TA 2010 pada tanggal 16 November 2010, sehingga diduga melanggar PMK 69/PMK.02/2010 jo PMK 180/PMK.02/2010.<br />b. Sekretaris Kemenpora mengajukan permohonan revisi RKA-KL TA 2010 dengan menyajikan volume keluaran yang seolah-olah naik dari semula 108.553 m2 menjadi 121.097 m2, padahal sebenarnya turun dari 108.533 m2 menjadi 100.398 m2, hingga diduga melanggar PMK 69/PMK.02/2010 jo PMK 180.02/2010<br /><br /><strong>6. Permohonan Kontrak Tahun Jamak</strong><br />a. Ses Kempora menandatangi surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora, sehingga diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010<br />b. Menpora diduga membiarkan Ses Kemenpora melaksanakan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud PP 60 Tahun 2008<br /><br /><strong>7. Ijin Kontrak Tahun Jamak</strong><br />Menteri Keuangan menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuan kontrak tahun jamak, setelah melalui proses penelaahan  secara berjenjang secara bersama-sama, meskipun diduga melanggar PMK 56/PMK.02/2010, antara lain sebagai berikut:<br />a. Tidak seluruh unit bangunan yang hendak dibangun secara teknis harus dilaksanakan dalam waktu lebih dari satu tahun<br />b. Permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tidak diajukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga<br />c. RKA-KL Kemnpora 2010 (revisi) yang menunjukkan kegiatan lebih dari satu tahun anggaran belum ditandatangani oleh Dirjen Anggaran<br /><br /><strong>8.Persetujuan RKA-KL Tahun Anggara 2011</strong><br />Dirjen Anggaran menetapkan RKA-KL Kemenpora Tahun 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui. Dirjen Anggaran diduga melanggarar PMK 104PMK.02/2010.<br /><br /><strong>9. Pelelangan</strong><br />a. Ses Kemenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontruksi diatas Rp50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora, sehingga diduga melanggar Keppres 80 TAhun 2003<br />b. Menpora diduga membiarkan Sesmenpora melakukan wewenang Menpora dan tidak melaksanakan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud PP 60 Tahun 2008<br />c. Proses evaluasi prakualifikasi dan teknis terhadap penawaran calon rekanan tidak dilakukan oleh Panitia Pengadaan, melaikan diatur oleh rekanan yang yang direncanakan akan menang, diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003<br />d. Adanya rekayasa proses pelelangan pekerjaan konstruksi pembangunan P3SOn Hambalang untuk memenangkan Kerja Sama Oprasi (KSO) Adhi Karya-Widjaya Karya yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:<br />1. Mengumumkan lelang dengan informasi yang tidak benar dan tidak lengkap kecuali kepada KSO Adhi-Wika diduga melanggara Kepres 80 Tahun 2003<br />2. Untuk mengevaluasi Kemampuan Dasar (KD) KSO AW diduga dengan cara menggabungkan nilai dua pekerjaan, sedangkan untuk peserta lain KD digunakan nilai proyek tertinggi yang pernah dikerjakan, sehingga menguntungkan KSO-AW. Hal ini diduga melanggar PP 29 Tahun 2000, Kepres 80 Tahun 2003, Permen PU 43 Tahun 2007<br /><br /><strong>10. Pencairan Anggran Tahun 2010</strong><br />Kabag Keuangan Kemenpora menandatangani dan menerbitkan Surat Perintah Membayar (PSM), meskipun Surat Permintaan Pembayaran (SPP) belum ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), diduga  melanggar PMK 134/PMK.06/2005 dan Perdirjen Perbendaharaan PER-66/PB/2005<br /><br /><strong>11. Pelaksaan pekerjaan konstruksi</strong><br />KSO Adhi-Wika mensubkontrakkan sebagaian pekerjaan utamanya (konstruksi) kepada perusahaan lain, sehingga diduga melanggar Keppres 80 Tahun 2003. <strong>(phs/Ant)</strong></p>