Kepala Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Kerja Sama (BPKPK) Kalimantan Barat MH Munsin menegaskan, munculnya kabar rencana pengibaran bendera Malaysia sebagai aksi protes masyarakat di perbatasan Kabupaten Sintang hanya sekadar isu. <p style="text-align: justify;">"Hingga kini kebenarannya belum bisa dipastikan," kata MH Munsin di Pontianak, Senin.<br /><br />Ia menjelaskan, isu mengibarkan bendera Malaysia oleh warga Indonesia di perbatasan Sintang (Kalbar) perlu diwaspadai agar tidak dimanfaatkan oleh kepentingan asing yang ingin memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.<br /><br />Munsin mengatakan, adanya keinginan warga perbatasan yang akan berpindah kewarganegaraan itu menjadi hak mereka.<br /><br />"Hanya saja, jangan sampai menggeser patok batas negara," ujarnya.<br /><br />Ia mengakui, jika hanya mengandalkan APBD dari Pemerintah Provinsi Kalbar dalam perbaikan dan pemenuhan pembangunan infrastruktur di sepanjang perbatasan di Kalbar tidak akan terwujud karena membutuhkan dana yang besar.<br /><br />Karena itu, ia berharap pemerintah pusat serius memperhatikan pembangunan di perbatasan Kalbar – Sarawak (Malaysia).<br /><br />Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Barat Minsen mengatakan, kesenjangan sosial antara warga perbatasan Indonesia dan warga negara tetangga, menjadi pemicu munculnya protes masyarakat yang berencana mengibarkan bendera Malaysia.<br /><br />"Ada kesenjangan ekonomi, infrastruktur dan pendidikan, sehingga ada protes seperti itu," katanya.<br /><br />Dia mengatakan, secara infrastruktur persoalan kesenjangan tersebut juga dialami warga yang bermukim di pedalaman.<br /><br />"Kalau dikatakan pemerintah tidak perhatikan, sebenarnya mereka punya skala prioritas," kata wakil dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut.<br /><br />Sementara sebelumnya, Koordinator Komunikasi Informasi Masyarakat Perbatasan (KIMTAS) Ambresius Murjani menyatakan dukungannya atas rencana para kepala desa di perbatasan yang akan mengibarkan bendera Malaysia pada 17 Agustus 2011.<br /><br />Ia menjelaskan, di wilayah Kabupaten Sintang, terdapat dua kecamatan dan delapan desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia, namun sebagian besar wilayah itu tertinggal dari segi pembangunan.<br /><br />Ia mencontohkan, kondisi jalan di sepanjang perbatasan yang hingga kini masih berlubang dan berdebu di musim kemarau. Pada musim hujan jalan tidak bisa dilewati karena lumpur tebal, kondisi itu membuat hasil pertanian dan ekonomi warga tidak bisa bergerak.<br /><br />"Jalannya masih saja berupa jalan tanah dan masih banyak lagi ketertinggalan pembangunan di semua lini, sementara di pusat berbeda terbalik dengan di desa-desa di kawasan perbatasan Indonesia (Kalbar) – Malaysia (Sarawak)," kata Murjani. <strong>(phs/Ant)</strong></p>