BPN Pontianak Dituding Palsukan Sertifikat Tanah

oleh
oleh

Badan Pertanahan Nasional Kota Pontianak dituding telah melakukan pemalsuan terhadap sertifikat tanah atas nama Talibe Bin Bima yang kini di lokasi tanah tersebut telah berdiri Gedung Bank Indonesia Pontianak. <p style="text-align: justify;">Tudingan itu disampaikan dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pontianak dan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Pontianak, di Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Senin.<br /><br />Koordinator lapangan aksi unjuk rasa tersebut, Agus mengatakan BPN Pontianak harus bertanggung jawab atas sertifikat palsu yang telah dikeluarkan oknum tidak bertanggung jawab tersebut.<br /><br />"Kami mendatangi BPN Pontianak agar tidak terjadi lagi kasus penipuan yang dilakukan oleh oknumnya, kami sudah bosan," kata Agus.<br /><br />Agus beserta anggota keluarga yang juga ahli waris pemilik tanah Talibe Bin Bima menginginkan aspirasi mereka ditindaklanjuti oleh BPN Pontianak.<br /><br />"Kami ingin aspirasi kami didengar, jangan dipetikemaskan," kata Agus dengan nada kesal.<br /><br />Kekesalan Agus dan ahli waris Talibe Bin Bima bermula saat tanah yang masih dalam proses persidangan ternyata sudah berdiri megah Gedung Bank Indonesia Pontianak.<br /><br />Tanah ahli waris itu sekitar 1,6 hektare dan sudah diambil untuk pelebaran Jalan Ahmad Yani sembilan meter. Sisanya 11.000 meter persegi. Jika dijual maka nilai tanah itu dengan harga per meter persegi Rp8 juta sekitar Rp88 miliar.<br /><br />Menurut ahli waris, persoalan tanah itu bermula ketika Talibe Bin Bima meminjamkan tanah tersebut kepada Asmad. Tanpa sepengetahuannya, Asmad telah membuat akta tanah pada 1958 dengan memalsukan cap jempol ahli waris Hafsah (72) dan Zahara (60) Talibe Bin Bima.<br /><br />Pada waktu itu ahli waris Hafsah dan Zahara masih di bawah umur, sehingga tidak mungkin melakukan akta jual beli dan membubuhkan tanda cap jempol pada Asmad dan anak-anaknya.<br /><br />Ahli waris Hafsah menyatakan, akta jual beli palsu itu dibuat ketika ia berusia 16 tahun. "Tetapi saya tidak pernah melakukan jual beli tanah dengan Asmad, apalagi membubuhkan cap jempol," kata Hafsah yang kini tidak memiliki sebidang tanah pun.<br /><br />Sementara menanggapi tudingan pemalsuan sertifikat itu, Kepala BPN Pontianak Joko Kristamtomo menyatakan jika memang benar ada stafnya yang terindikasi melakukan pemalsuan seperti yang dituduhkan dipersilakan untuk melaporkan ke Polisi.<br /><br />"Silakan laporkan ke polisi, jika memang terindikasi seperti yang dituduhkan," ungkap Joko.<br /><br />Joko menjelaskan, BPN bisa saja membatalkan sertifikat tanah yang sudah dikeluarkan asalkan dengan alasan yang jelas.<br /><br />"Maka, jika ada laporan ke polisi tentang indikasi pemalsuan oleh oknum BPN atas sertifikat tanah milik Talibe Bin Bima yang kemudian berubah menjadi hak milik Asmad tentu dapat memperkuat pembatalan sertifikat tersebut," jelas Joko.<br /><br />Ia bahkan meminta kepada ahli waris yang datang ke kantornya untuk membuat laporan ke polisi secepatnya.<br /><br />"Kalau bisa siang ini juga laporkan, kami juga akan menindak tegas jika ada oknum BPN yang menyalahgunakan kewenangannya," ungkap Joko.<br /><br />Ketua DPRD Kota Pontianak, Hartono Azas yang menerima para ahli waris tersebut mengatakan, pihaknya menerima aspirasi yang disampaikan tersebut.<br /><br />"Kami akan segera melakukan koordinasi secara internal untuk menindaklanjuti laporan tersebut melalui pimpinan dan komisi-komisi yang membidangi masalah pertanahan dan izin. Kami pun mencoba untuk memfasilitasi hal itu," jelas Hartono.<br /><br />Usai dari DPRD Kota Pontianak rombongan ahli waris menuju Gedung BPN Pontianak, kemudian dilanjutkan menuju ke Gedung BI Pontianak yang menjadi pokok permasalahan.<br /><br />Di Gedung BI Pontianak, ahli waris membuat tenda tepat di depan gerbang masuk. Mereka mengancam akan melakukan aksi menginap hingga Pimpinan BI Pontianak mau bertemu dengan mereka. <strong>(phs/Ant)</strong></p>