Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BPPPAKB) Provinsi Kalimantan Tengah melibatkan Dewan Adat Dayak dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). <p style="text-align: justify;">Pelibatan Dewan Adat Dayak karena KDRT terhadap perempuan ataupun anak yang kerap terjadi di provinsi ini sering diselesaikan secara adat, kata Kepala BPPPAKB Kalteng Endang Kusriatun di Palangka Raya, Jumat.<br /><br />"BPPPAKB dan Dewan Adat Dayak telah melakukan penandatangan nota kesepakatan terkait upaya menangani kasus KDRT. Kami berharap keterlibatan Dewan Adat Dayak dapat menghentikan kasus KDRT di Kalteng," tuturnya.<br /><br />Selain Dewan Adat Dayak, BPPPAKB Kalteng juga melakukan nota kesepakatan dengan Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Tinggi, dan Kementrian Hukum dan HAM yang ada di provinsi berjuluk "Bumi Tambun Bungai" ini.<br /><br />Endang menyebut kerja sama dengan multi pihak ini merupakan rekomendasi dari Komisi Nasional Perempuan dan Anak yang baru dilaksanakan dua provinsi yakni Jawa Tengah dan Kalteng.<br /><br />"Kesepakatan bersama yang telah ditandatangani tersebut dapat menjadi dasar melakukan koordinasi terhadap permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ini pekerjaan kita bersama," katanya.<br /><br />Kepala BPPPAKB Kalteng mengatakan laporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di provinsi ini terbilang sedikit. Hanya, sedikitnya laporan tersebut tetap perlu menjadi perhatian.<br /><br />Dia memprediksi kemungkinan besar masih banyak kasus yang belum dilaporkan karena berbagai alasan diantaranya malu, takut atau tidak tahu tempat melaporkan kasusnya.<br /><br />“Adanya pelibatan Dewan Adat Dayak dan lainnya ini, bisa membuat perempuan dan anak yang menjadi korban KDRT bisa segera melaporkan. Jangan malu, KDRT itu harus dihentikan,” demikian Endang. (das/ant)</p>