Keberadaan pengecer BBM yang ada di Sintang, kerap kali dituding sebagai sumber penyebab dari sulitnya masyarakat untuk mendapatkan BBM dengan harga wajar di SPBU. Para pengecer ini, antri bersama di sejumlah SPBU untuk membeli BBM, kemudian menampungnya untuk dikumpulkan dan biasanya langsung dijual lagi ke pembeli untuk dibawa ke wilayah kecamatan atau pedalaman. <p style="text-align: justify;">Kondisi yang demikian, sekilas memang membuat masyarakat merasa jengkel, namun jika ditelusuri justru keberadaan mereka adalah "penyambung kebutuhan" akan BBM diwilayah yang tidak terjangkau atau jauh dari distribusi BBM, khususnya diwilayah pedalaman.<br /><br />Bupati Sintang Milton Crosby menegaskan jika kebutuhan BBM baik premium ataupun solar diwilayah pedalaman atau kecamatan yang terjauh cukup signifikan. Untuk itu, keberadaan mereka harus dapat dibedakan dan jangan dipukul rata dengan sebutan spekulan.<br /><br />"Kebutuhana BBM di masyarakat pedalaman memang luar biasa. Selain untuk kendaraan, mereka juga gunakan sebagai bahan bakar genset untuk penerangan. Saya tidak menyalahkan jika ada penertiban, akan tetapi itu juga harus dapat dipilah yang mana untuk kebutuhan dan mana yang bukan," tegasnya pada Rabu (17/10/2012) usai mengikuti Rapat Paripurna DPRD Sintang.<br /><br />Milton menilai selama ini pandangan umum terhadap para pengecer terlalu berlebihan bahkan berat sebelah karena disamakan dengan spekulan yang mencari keuntungan pribadi.<br /><br />"Selama ini saya nilai bahasanya sangat berat sebelah. Tidak ada mereka melakukan penimbunan. Mereka hanya memenuhi kebutuhan masyarakat dipelosok," ungkapnya.<br /><br />Menurut Milton, persoalan krusial yang terjadi adalah masalah pengaturan untuk mendapatkan BBM dengan adil dan merata.<br /><br />"Rakyat Indonesia tidak hanya mereka yang tinggal di perkotaan saja tapi juga berada di pedalaman. Di mana letak rasa keadilannya jika warga yang tinggal di pedalaman tidak bisa menikmati apa yang sebenarnya juga menjadi hak mereka," tegasnya. <strong>(*)</strong></p>