Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah Otjim Supriatna daerah penghasil rotan harus diberi pelayanan prioritas. <p style="text-align: justify;">"Sejak diberlakukan penghentian sementara (moratorium) ekspor rotan mentah dan setengah jadi keluar negeri, Kotim sebagai salah satu daerah penghasil rotan menjadi korban kebijakan tersebut," katanya di Sampit, Jumat.<br /><br />Pemberlakukan larangan ekspor oleh Menteri Perdagangan (Mendag) itu membuat petani budidaya rotan menjadi. Seharusnya kebijakan itu tidak berlaku bagi daerah penghasil rotan seperti Kotim.<br /><br />Keluarnya peraturan ekspor tersebut akibat kesalahan Menteri Kehutanan (Menhut) yang menganggap bahwa rotan di Kotim merupakan hasil tanaman hutan ikutan, bukan budidaya.<br /><br />Rekomendasi Menhut yang menjadi salah satu pertimbangan Mendag dalam mengambil kebijakan penghentian sementara ekspor rotan, petani budidaya rotan Kotim menjadi korban.<br /><br />Menurut Otjim, selama ini Menhut tidak memiliki data lengkap terkait hasil produksi rotan di Kotim. Sebetulnya data tersebut diperlukan sebelum membuat rekomendasi ke Mendag.<br /><br />Kebijakan penghentian sementara ekspor rotan perlu ditinjau kembali agar larangan tersebut tidak berdampak terhadap petani, pekerja dan pengumpul rotan di Kotim.<br /><br />"Kami berharap kebijakan penghentian sementara ekspor rotan tidak serta merta diberlakukan harus ada kajian ulang terutama terhadap daerah penghasil rotan seperti Kotim," katanya.<br /><br />Sebelum diberlakukannya larangan tersebut seharusnya pemerintah menyiapkan sumber daya manusia (SDM), sebab industri lokal tidak akan mungkin bisa dibuka apabila SDM-nya belum siap.<br /><br />Dia mengatakan, sambil mempersiapkan SDM tersebut, ekspor rotan harus dibuka kembali agar rotan hasil panen petani tetap tertampung.<br /><br />Selam ini SDM tidak pernah disiapkan, indrutri lokal tidak dibangun kemudian ekspor rotan dihentikan, kebijakan tersebut betul-betul membunuh masyarakat.<br /><br />Pengumpul rotan tidak mungkin terus menurus melayani industri di Cirobon karena rotan mereka tidak dibayar dengan uang tunai melainkan hutang hingga satu tahun lamanya baru dibayar.<br /><br />Koordinator petani, pekerja dan pengumpul rotan Kotim, Dahlan Ismail mengatakan, kini ratusan petani, pekerja dan pengumpul rotan di Kotim mengalami kerugian karena harga rotan turun drastis dan tidak laku dijual.<br /><br />"Harga rotan kering kualitas ekspor di tingkat petani sekarang turun dari Rp3.500/Kg menjadi Rp2.000/Kg dan itu pun hanya harganya saja tapi sulit mencari pembeli," terangnya.<br /><br />Dia mengatakan, kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan terus berlarut-larut karena petani dan pekerja rotan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. <strong>(das/ant)</strong></p>