Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah Rawing Rambang terkesan tidak transparan terkait jumlah izin perusahaan perkebunan yang telah ataupun belum "clean and clear". <p style="text-align: justify;">Saat jumpa pers terkait kunjungan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang ke Barcelona di Palangka Raya, Kamis, Rawing menyebut ada 125 perusahaan perkebunan yang memiliki izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) maupun Hak Guna Usaha (HGU) per Desember 2014.<br /><br />"Sebanyak 125 perusahaan perkebunan ini telah direkomendasikan kepada Kementerian lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tapi memang belum sepenuhnya disetujui. Jadi, bisa juga disebut belum ‘clean and clear’," katanya.<br /><br />Maksud "clean dan clear" perusahaan apakah sudah memenuhi seluruh persyaratannya dan dinyatakan bersih dan jelas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.<br /><br />Sementara mengenai telah berapa lama 125 perusahaan tersebut memiliki izin dan apakah sebelum diberlakukan moratorium perizinan, Kepala Disbun Kalteng ini enggan memberikan tanggapan.<br /><br />Rawing berkilah 125 perusahaan tersebut telah memiliki IPKH maupun HGU dan menunggu surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Memang ada juga beberapa perusahaan perkebunan di luar 125 itu masih diproses di Kabupaten/kota," katanya.<br /><br />Berdasarkan data Disbun Kalteng, jumlah rekomendasi IPKH yang disampaikan ke Gubernur sebanyak 62 unit, perpanjangan rekomendasi IPKH sembilan unit, izin prinsip PKH 38 unit dan izin PKH 38 unit.<br /><br />Sebanyak 125 unit perusahaan apabila dirinci, 106 unit telah beroperasional dengan luas 1,115 juta hektare, dan 19 lainnya belum beroperasional tapi telah memiliki IPKH dan HGU dengan luasan berkisar 133 ribu hektar.<br /><br />Sebelumnya, Gubernur Kalteng saat pembukaan kongres ke IV Sawit Watch di Hotel Aquarius kota Palangka Raya, Sabtu 17 November 2012, secara tegas menyatakan sudah meneken surat keputusan tentang moratorium (penghentian sementara) pembukaan hutan untuk kelapa sawit.<br /><br />"Moratorium itu sangat penting untuk penyempurnaan perizinan yang telah dikeluarkan daerah. Adanya moratorium, para bupati itu mau melihat ke belakang agar tidak membuka dan memberikan izin sembarangan," kata Teras Narang kala itu. (das/ant)</p>