E-KTP, Kebijakan Yang Menyusahkan Rakyat

oleh
oleh

Sekitar 400an warga Desa Bedayan Kecamatan Sepauk, Kamis (11/10/2012) terlihat memadati gedung pertemuan di sebelah kantor camat Sepauk. <p style="text-align: justify;">Kedatangan ratusan warga sejak pagi ke kantor camat bukanlah untuk melakukan aksi protes, namun untuk melakukan perekaman data e-KTP yang menjadi program pemerintah pusat.<br /><br />“Pembuatan KTP elektronik ini adalah kebijakan yang menyusahkan rakyat. Membuatnya memang gratis,  tapi biaya transportnya ratusan ribu. Kan kasihan rakyat miskin yang ada di pedalaman sana,”ungkap Sutadi, warga Bedayan yang mengaku datang dengan menggunakan tumpangan kendaraan bermotor milik temannya.  <br /><br />Dijelaskanya bahwa dari Desa Bedayan bisa ditempuh melalui jalan darat baik dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. <br /><br />Namun biaya yang dikeluarkan sangatlah tinggi. “Kalau ojek, tarifnya sampai Rp 150 per orang untuk pulang pergi. Sedangkan kalau untuk kendaraan umum, memang tidak tiap hari jalan. Tapi untuk hari ini, ada warga yang charter mobil dengan tarif Rp 500 ribu. <br />Itu belum termasuk biaya makan dan minum selama menunggu. Apalagi yang punya anak kecil dan harus dibawa, pasti mereka minta jajan. Karena kita di sini kan tidak sebentar dan harus menunggu antrian,”jelas Sutadi. <br /><br />Lantaran mahalnya biaya transportasi  menurutnya banyak warga Bedayan yang tidak ikut melakukan rekam data di kecamatan. Khususnya bagi mereka yang tidak punya kendaraan sendiri, tidak punya uang  untuk biaya transport dan mereka yang telah lanjut usia. <br /><br />Bahkan pelajar SD dan MTS yang ada di desa tersebut terpaksa diliburkan lantaran para gurunya juga harus ikut antri untuk pengambilan data rekam KTP elektronik.<br /><br />“Apa kira-kira pemerintah mengkaji masalah geografis terlebih dahulu sebelum membuat kebijakan KTP elektronik ini ya. Saya hanya kasihan melihat mereka yang terpaksa mengutang uang untuk bisa pergi ke kecamatan ini. Rata-rata warga mengeluh dengan hal ini, tapi apa pemerintah masih mau dengar,”ujar Surip, teman Sutadi yang berprofesi sebagai guru. <strong>(ast)</strong></p>