Eksploitasi hutan bakau atau mangrove di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, oleh PT Kandelia Alam masih menimbulkan polemik di kalangan masyarakat setempat. <p style="text-align: justify;">Saat pertemuan antara PT Kandelia Alam dengan masyarakat Kubu di Kantor Dinas Kehutanan Kalimantan Barat, Pontianak, Kamis, sebagian warga yang hadir ada yang menolak dan mendukung rencana perusahaan tersebut.<br /><br />Herman, yang mengaku perwakilan masyarakat Desa Kubu dan Sungai Terus, Kecamatan Kubu mengatakan, sebagian besar masyarakat yang masuk dalam kawasan itu bekerja sebagai petani dan nelayan.<br /><br />"Mereka sangat tergantung mangrove yang lestari. Kalau ditebang, berakibat fatal sebab air asin akan mudah masuk," kata Herman.<br /><br />Ia mengungkapkan, jarak antara hutan mangrove yang akan ditebang dengan kawasan permukiman warga juga bervariasi kurang dari 1,5 kilometer.<br /><br />"Di Desa Sungai Terus, ada yang hanya kurang 200 meter dari permukiman," kata Herman.<br /><br />Ia bersama sejumlah warga pernah enam kali menyampaikan keluhan tersebut ke pihak terkait namun tidak pernah ditanggapi.<br /><br />Ia juga mempertanyakan undangan dalam pertemuan tersebut yang isinya semula untuk mencari solusi terhadap masyarakat yang menolak perusahaan.<br /><br />"Tetapi di pertemuan, juga ada masyarakat yang mendukung adanya perusahaan," kata Herman yang sempat keluar ruangan bersama puluhan warga yang hadir.<br /><br />Berdasarkan informasi yang ia peroleh, pihak PT Kandelia Alam ingin mengajukan Rencana Kerja Tahunan (RKT) Tahun 2011 ke Pemprov Kalbar dengan luas lahan sekitar empat ribu hektare.<br /><br />Kepala Desa Kubu, Ridwansyah juga mempertanyakan minimnya dana untuk pembangunan desa yang diberikan perusahaan.<br /><br />"Dalam tiga tahun hanya mendapat Rp43 juta, untuk apa dana sebesar itu," katanya setengah bertanya.<br /><br />Sementara Direktur Utama PT Kandelia Alam, Fairuz Mulia mengatakan, perusahaannya ingin memanfaatkan mangrove sebagai bahan baku serpih kayu yang digunakan untuk kertas.<br /><br />PT Kandelia Alam mendapat hak untuk memanfaatkan lahan hutan mangrove seluas 18.130 hektare. "Yang digunakan hanya 11.021 hektare atau kalau kurun waktu 20 tahun, setiap tahunnya sekitar 500 hektare yang dieksploitasi," kata Fairuz Mulia.<br /><br />Sedangkan sisanya untuk kawasan penyangga, kebun benih dan lainnya sekitar 4.242 hektare. Kawasan untuk tidak produksi, luasnya 2.253 hektare; non hutan efektir 615 hektare.<br /><br />Ia membantah adanya nelayan yang terganggu dengan rencana aktivitas perusahaan tersebut.<br /><br />"Kalau ada, tolong tunjukkan nelayan mana yang terganggu," katanya menegaskan.<br /><br />Ia menduga ada kepentingan lain dalam polemik hutan mangrove tersebut karena mangrove juga dibuat untuk arang.<br /><br />"Sekarang baru sekitar 500 hektare yang sudah dimanfaatkan oleh kami," kata Fairuz Mulia.<br /><br />Kepala Dinas Kehutanan Kalbar, Cornelius Kimha mengatakan, akan menurunkan tim investigasi untuk mengetahui kondisi di lapangan sesungguhnya. <strong>(phs/Ant)</strong></p>