Tingginya keasaman tanah membuat hasil panen padi di Desa Bapeang Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) Kalimantan Tengah dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan drastis. <p style="text-align: justify;">Dulu satu hektare itu bisa menghasilkan empat sampai lima ton padi, tapi sekarang kalau sampai tiga ton itu saja sudah bagus. Ini karena tingkat keasaman air dan tanah di sini makin tinggi sehingga memengaruhi pertumbuhan padi. Ini sangat kami rasakan sepuluh tahun terakhir ini, sejak makin banyaknya sawit masuk sini, kata Rudi, petani setempat.<br /><br />Sebagai orang awam, Rudi mengaku hanya berpendapat sesuai dengan apa yang dialaminya bersama petani lainnya. Menurutnya, sejak perkebunan kelapa sawit makin banyak di daerah itu, kondisi air dan tanah makin asam sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Parahnya, ketika air pasang dengan tingkat keasaman tinggi tersebut masuk ke saluran-saluran untuk pengairan sawah, akhirnya tanaman di kawasan itu menjadi terganggu.<br /><br />Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit diduga membuat ekosistem setempat mulai tidak seimbang. Pohon-pohon sawit dinilai tidak mampu menggantikan fungsi pohon-pohon besar yang tadinya menjaga keseimbangan ekosistem di tanah yang sebagian berupa lahan gambut tersebut. Akibatnya, tingkat keasaman air dan tanah meningkat sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.<br /><br /> Saya pernah menanam 200 pohon pisang, tapi akhirnya mati karena air pasang sering masuk sehingga tanah menjadi asam. Sementara ini sebagian petani banyak menggunakan mesin sedot untuk menarik air dari kawasan yang airnya tidak terlalu asam, timpal Rudi.<br /><br />Kepala UPTD Balai Benih Utama Padi dan Palawija Sei Bapeang, Surawan tidak menampik kondisi tersebut. Namun menurutnya, masih ada solusi yang bisa dilakukan untuk mengurangi keasaman tanah, yaitu dengan menggunakan kapur sesuai aturan.<br /><br /> Untuk mengurangi keasaman tanah itu masih bisa diatasi dengan menggunakan kapur tanah. Untuk satu hektare lahan itu memerlukan sekitar satu kwintal kapur. Untuk satu kali musim tanam itu dilakukan tiga kali penebaran kapur, katanya.<br /><br />Surawan mengakui tingkat keasaman air dan tanah yang cukup tinggi di beberapa lokasi, menjadi kendala sebagian petani setempat. Jika dibiarkan dengan tingkat keasaman yang tinggi tersebut maka kemungkinan besar tanaman akan mati sehingga petani bisa mengalami kerugian.<br /><br /> Tapi tidak semua juga yang tanahnya dengan tingkat keasaman yang tinggi. Kalau pas tanahnya yang keasamannya tinggi itu yang memang harus menggunakan kapur tanah seperlunya supaya tanaman bisa tetap tumbuh subur, sambungnya.<br /><br />Surawan juga menilai, penggunaan pupuk yang belum sesuai aturan turut membuat produktivitas pertanian setempat belum maksimal seperti diharapkan. Sebagian petani hanya menggunakan pupuk seperlunya padahal sudah ada aturan jelas tentang takaran-takaran penggunaan pupuk supaya hasilnya lebih banyak.<strong> (das/ant)</strong></p>