Ikut Bentangkan Merah Putih di Lereng Bukit Kelam, Nabila Mohamed Asal Malaysia Terharu dan Menangis

oleh
oleh
Bupati Sintang, Jarot Winarno Menyalami Nabila Mohamed Asal Malaysia Yang Ikut Membentangkan Merah Putih Raksas di Lereng Bukit Kelam pada Minggu (18/8/2019)

SINTANG, KN – Nabila Mohamed (28 tahun) asal Pulau Pinang (Utara Malaysia) atau asal Negeri Jiran Malaysia yang mengikuti membentangkan Merah Putih di Lereng Bukit Kelam pada Minggu (18/8/19) lalu menceritakan bagaimana dirinya bisa ikut serta dalam rombongan pendaki tersebut meskipun berbeda warga negara, ia mengetehui akan ada pembentangan bendera raksasa di Bukit Kelam tersebut dari postingan Instagram temannya di Bandung, Jawa Barat, yang juga merupakan salah satu pendaki yang ikut juga, dirinya pun spontan ingin ikut serta.

“spontan je saya langsung tertarik ikut. Sebelumnya saya tidak tahu tentang Bukit Kelam. temannya saye di bandung tu namenye Deden, saye kirim message via IG, setelah dijawab saya langsung beli tiket dari Kuala Lumpur ke Pontianak,”jelas prempuan yang berprofesi sebagai guru itu.

Nabila pun mengakui bahwa mengibarkan bendera di tebing batu merupakan pengalamanan pertama baginya, terlebih Bukit Kelam merupakan Batu Monolit terbesar di dunia.

“sebelumnya saya pernah ikut mengibarkan bendara, tapi bukan di gunung atau bukit seperti di kelam ini, tapi lokasinya disalah satu pulau Malaysia bagian selatan,”ungkapnya.

Selain itu, Nabila juga mengakui perasaanya terharu saat Merah Putih tersebut berhasil di bentangkan, walapun itu bendera Indonesia. Bahkan, dirinya juga menangis saat lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan. Karena, momen tersebut mengingatkan dirinya akan perjuangan tokoh kemerdekaan Indonesia dan Malaysia.

“meskipun bendera Indonesia yang di kibarkan, tapi saya nampak itu macam bendera Malaysia”ucap Nabila dengan logat Melayu.

Nabila pun menuturkan bahwa saat ia dan semua tim pendaki berhasil membentangkan merah putih di puncak tebing kelam itu mengambarkan bagaimana perjuangan para pejuang kala merebut kemerdekaan dulu, karena betapa sakit dan pedihnya perjuangan kala itu, karena mendapatkan kemerdekaan perlu perjuangan yang luarbiasa.

“seperti nyawa diujung tanduk lah. Waktu menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, di tepi tebing, rasanye tak bise dibayangkan, teringat perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan sangat berat,”tutupnya. (Wr)