SINTANG, KN – Lonjakan harga cabai dalam beberapa minggu terakhir menciptakan tekanan inflasi yang patut diperhatikan. Tidak hanya berdampak secara lokal, tetapi juga menimbulkan dampak nasional. Beberapa faktor diidentifikasi sebagai penyebab utama di balik lonjakan harga cabai yang signifikan.
Berita buruknya adalah berkurangnya jumlah petani cabai di daerah penghasil, mencapai sekitar 70 persen, karena beralih ke komoditi lain. Selain itu, kenaikan harga dipicu oleh cuaca yang tidak menentu dan memburuknya kondisi tanah akibat penggunaan pupuk kimia dalam kurun waktu bertahun-tahun.
Kenaikan harga cabai mencapai 8 persen, dengan rata-rata harga mencapai Rp 100 ribu per kilogram, naik dari Rp 60 ribu per kilogram sebelumnya. Harga cabai merah keriting saat ini mencapai Rp 110 ribu per kilogram, dibandingkan dengan harga sebelumnya Rp 82 ribu per kilogram. Adapun harga cabai rawit hijau naik menjadi Rp 50 ribu per kilogram, dari Rp 48 ribu per kilogram.
Kadisperindagkop Kabupaten Sintang, Arbuddin, menyatakan rencananya untuk mengambil langkah-langkah dalam mengatasi situasi ini melalui intervensi pasar, terutama melalui operasi pasar.
“Kami akan memprioritaskan daerah dengan harga cabai tertinggi untuk dijadikan sasaran dalam operasi pasar. Kondisi pasar menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini,” jelas Arbuddin.
Lebih lanjut, Arbuddin menjelaskan bahwa kenaikan harga atau inflasi terjadi karena terganggunya suplai dari luar daerah. “Cabai umumnya diimpor dari Jawa, dan jika pasokan dari sana berkurang karena gagal panen atau faktor lainnya, maka ini akan berdampak di daerah kita,” ungkapnya.
Arbuddin mengimbau masyarakat untuk mulai menanam cabai di rumah mereka sendiri, sementara para petani perlu konsisten dalam menanam cabai. Hal ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam menekan inflasi pada komoditas cabai, merestorasi stabilitas harga untuk kesejahteraan bersama.
(Rilis Kominfo Sintang)