Sejumlah investor menyatakan berminat membangun smelter pengolahan bauksit di Provinsi Kalimantan Barat dari bahan mentah guna memenuhi persyaratan wajib untuk ekspor mineral. <p style="text-align: justify;">"Ada beberapa perusahaan yang berminat membangun smelter, selain yang sudah dibangun oleh PT Antam dan PT Harita," kata Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Kalbar Sri Jumiadatin di Pontianak, Minggu.<br /><br />Di antara perusahaan yang berminat itu adalah Grup Milenium, yang berencana membangun smelter di Kabupaten Pontianak atau Kabupaten Landak.<br /><br />Menurut Sri Jumiadatin, perusahaan tersebut terbilang serius ingin membangun smelter. "Sudah dua kali mereka datang dalam rentang waktu yang cukup dekat," kata dia.<br /><br />Berdasarkan UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba, Indonesia tidak lagi mengekspor bahan tambang mineral dan batubara dalam bentuk barang mentah.<br /><br />Pemerintah menaikkan bea keluar (BK) ekspor mineral mentah secara bertahap hingga 60 persen sampai periode akhir 2016.<br /><br />Kebijakan ini menyusul keluarnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) serta mendorong proses pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri.<br /><br />Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan kebijakan pengenaan BK ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sudah terbit per 11 Januari 2014.<br /><br />Artinya, seluruh perusahaan pertambangan wajib meningkatkan proses pemurnian dalam kapasitas penuh pada tahun ketiga sejak saat ini.<br /><br />Sri Jumiadatin melanjutkan, selain mengkaji pembangunan smelter, perusahaan dari Grup Milenium itu juga mengajukan proses untuk Izin Usaha Pertambangan.<br /><br />"Belum diketahui berapa luas yang dibutuhkan, tapi ini akan semakin meningkatkan perekonomian di Kalbar," katanya menegaskan.<br /><br />Ia menambahkan, bisa saja perusahaan tersebut menggandeng kelompok penambang skala kecil dan menampung hasil tambang untuk diolah di smelter itu.<br /><br />"Mereka juga akan membangun pembangkit listrik sendiri, tidak mengandalkan milik PLN," kata Sri Jumiadatin. <strong>(das/ant)</strong></p>