Kalsel Dinilai Wajar Tuntut Revisi UU 33/2004

oleh
oleh

Anggota Komisi III DPR-RI, Habib Aboe Bakar Al Habsyie dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai wajar kalau Kalimantan Selatan menutut revisi Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. <p style="text-align: justify;">"Saya kira wajar dan masuk akal, kalau pemerintah provinsi (Pemprov) dan DPRD Kalsel menuntut revisi UU 33/2004. Karena UU 33/2004 dianggap masih kurang berkeadilan dalam pembagian anggaran," tandasnya kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa.<br /><br />Sebagai contoh dalam pembagian royalti hasil tambang, untuk Kalsel yang merupakan daerah penghasil masih terlalu kecil dan terkesan kurang berkeadilan, lanjut anggota Komisi III DPR-RI yang juga membidangi hukum itu.<br /><br />Menurut dia, sebagai wilayah pertambangan, Kalsel selama ini cukup banyak menyumbang untuk pendapatan nasional. karenanya wajar kalau daerah penghasil tambang mendapatkan bagi hasil yang adil.<br /><br />"Dengan pembagian anggaran yang adil, dapat pula bagi Kalsel untuk membiayai pembangunan lebih banyak lagi, seperti pembangunan infrastruktur, penghijauan dan kesejahteraan rakyat," lanjut wakil rakyat asal daerah pemilihan (dapil) provinsi tersebut.<br /><br />Oleh karena itu secara umum wakil rakyat Kalsel dari PKS tersebut sepakat dengan wacana atau tuntutan merevisi UU 33/2004, namun teknis secara rinci perlu dibicarakan dengan pemerintah pusat.<br /><br />"Untuk menindaklanjuti wacana tersebut dan membicarakannya dengan pemerintah pusat, saya siap memfasilitasi," ujar anggota DPR-RI dua periode asal Kalsel dari PKS itu.<br /><br />Mengenai wacana pembentukan otonomi khusus (otsus) di Kalimantan yang belakangan bergulir, karena kekurang adilan pemerintah pusat dalam menyikapi pembangunan daerah, seperti Kalsel, Habib Aboe belum sependapat, kalau persoalannya cuma ketidak adilan pembagian royalti.<br /><br />Menurut dia, perlu pemahaman bersama terhadap otsus, yaitu keseimbangan yang dibangun dengan konstruksi hukum antara kedaulatan negara dan ekspresi indentitas kelompok etnis tertentu.<br /><br />"Ekspresi identitas yang berujung pada otsus terlihat jelas di Papua, Papua Barat dan Aceh. Sebagai contoh di Aceh ada Qanun dan Mahkamah Syariah, di Papua dan Papua Barat ada Majelis Rakyat Papua," lanjut politisi PKS itu.<br /><br />"Bila yang dimaksud adalah otsus seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Papua dan Papua Barat, maka bagi Kalsel masih sangat jauh untuk diimplementasikan serta memerlukan kajian yang lebih mendalam dan seksama," demikian Habib Aboe.<br /><br />DPRD Kalsel selama ini cukup nyaring menyarakan agar pemerintah pusat lebih adil dalam pembagian royalti hasil tambang dan menuntut revisi UU 33/2004 kalau memang peraturan perundang-undangan tersebut yang menjadi kendala.<br /><br />Pasalnya selama ini Kalsel menerima bagi hasil royalti secara kenyataan cuma sekitar lima persen atau lebih kurang Rp400 miliar, yang dibagi-bagi untuk Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota.<br /><br />Padahal Kalsel penyumbang devisa negara terbesar kedua di Indonesia dari hasil tambang, tapi uang yang kembali untuk membangun atau merehabilitasi kerusakan alam karena kegiatan pertambangan, jauh dari memadai. <strong>(phs/Ant)</strong></p>