Kericuhan pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada agenda menyikapi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Tata Tertib (Tatib) DPD Nomor 1/2017, dikatakan anggota DPD Asri Anas, seharusnya tidak perlu terjadi. <p><br />"Ini sangat memalukan. Malu saya. Benar-benar sangat memalukan. Harusnya tidak perlu terjadi. Apalagi terjadi di dalam sidang dan belum dimulai tapi sudah saling dorong mendorong. Sekali lagi, sangat memalukan," ujar Asri Anas, anggota DPD asal Sulawesi Barat ini.<br /><br />Perlu diketahui, pada Rapat DPD yang dimulai pukul 14.00 WIB itu, langsung ricuh. sebagian kecil anggota mengajukan penolakan Wakil Ketua DPD, GKR Hemas dan Faroek Muhammad memimpin rapat. Alasannya, keduanya dituding telah habis masa jabatannya sesuai dengan Tatib DPD.<br /><br />Padahal, Tatib itu sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung sehingga DPD harus patuh pada hukum bahwa jabatan pimpinan DPD yang diusulkan 2,5 tahun batal dan menjadi tetap 5 tahun. Namun yang menjadi masalah, amar putusan itu terjadi salah ketik pada subjek hukumnya. Bukan ditujukan kepada DPD tapi tertulis DPRD.<br /><br />Asri Anas menegaskan, keputusan MA sudah diperbaiki. "Dan MA melalui Suhudi (juru bicara) MA, telah membuat repoin dan MA tetap perintahkan agar DPD patuh pada hukum. Jadi tidak perlu lagi sampai ricuh begini," ujarnya.<br /><br />"Mereka apa tidak sadar kalau kericuhan ini diliput oleh banyak media. Mereka tidak sadar, harusnya malu sama pemilihnya. Kan semuanya bisa dibicarakan tanpa perlu ricuh begitu. Malu, sangat malu," ujar Asri Anas.<br /><br />Dikatakan Asri lagi, sebagai mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Tatib tersebut, dirinya berharap 2,5 tahun bisa dijalankan. Tetapi dengan keluarnya keputusan MA itu maka siapapun harus taat pada putusan MA.<br /><br />"Jika terus dipaksakan, nanti publik akan mengesankan bahwa memang di DPD bukan upaya pembenahan yang dilakukan, tapi lebih pada upaya memperebutkan pimpinan DPD," ujar Asri Anas. (Rls)</p>