Semangat berkurban di Hari Raya Idul Adha pada intinya merupakan semangat tauhid, pengabdian dan penyembahan kepada Allah SWT. <p style="text-align: justify;">"Semangat berkurban juga menjadi semangat pembebasan dari belenggu harta dan materi," ujar Khotib Shalat Idul Adha di Lapangan SMP Muhammadiyah, Nunukan, Kalimantan Timur, Ustadz Solahuddin, Jumat.<br /><br />Harta dan materi, lanjut dia, memang perlu karena penunjang kehidupan manusia. Tetapi, ujarnya, harta jangan sampai menguasai hati dan kalbu manusia.<br /><br />Solahuddin menegaskan, harta dan materi yang dimiliki harus "dikorbankan" di jalan Allah SWT dalam bentuk infak atau apapun bentuknya.<br /><br />Khotib juga menyatakan memberi atau berinfak bukan dengan harta atau materi tetapi menginfakkan hati dengan membuka maaf bagi semua orang adalah pemberian yang luar biasa pula.<br /><br />"Harta yang sebenar-benarnya harta yang kita miliki adalah yang dikurbankan di jalan Allah," kata Solahuddin.<br /><br />Dengan adanya semangat berkurban, lanjut dia, memberi arti pada semua bentuk ibadah dan pengamalan keislaman, yang menuntut pengusungnya memutuskan segala rantai dan belenggu kesyirikan.<br /><br />Semangat tauhid tidak akan terwujud kecuali meninggalkan segala macam bentuk kesyirikan dan menyembah kepada selain Allah, sebut Solahuddin di depan jamaah Shalat Idul Adha 1433 Hijriah.<br /><br />"Kekhawatiran dan kewaspadaan terhadap kesyirikan adalah suatu yang mutlak pada diri setiap manusia. Karena virus-virus sangat berbahaya dalam kehidupan manusia ," tekan staf Kantor Kemenag Kabupaten Nunukan ini.<br /><br />Menurut dian berbagai bentuk dan ragam kesyirikan penting untuk dijauhi. Manusia harus mampu menutup celah yang akan mengantarkan kepada dirinya.<br /><br />Berkurban juga diharapkan menjadi pendorong kuat untuk semakin mendekatkan diri dengan Allah Azza Wajalla, karena arti daripada berkurban adalah sesuatu yang mendekatkan, jelasnya.<strong> (das/ant)</strong></p>