Minimnya tenaga dimiliki Kantor Lingkungan Hidup Sekadau menjadi kendala terhadap upaya penindakan serta pengawasan lingkungan hidup. Akibatnya masih terjadi pelanggaran terhadap pencemaran lingkungan yang hingga kini belum tertangani secara maksimal. <p style="text-align: justify;"><br />“Semua pihak, baik perusahaan swasta maupun perorangan belum mematuhi aturan Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 (UU 32/2009 tentang Lingkungan Hidup, serta aturan analisis dampak lingkungan (Amdal),” kata Agustinus Agus SH, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Sekadau kepada Kalimantan-news.<br /><br />Selain keterbatasan tenaga, lokasi atau tempat terjadinya Pencemaran lingkungan lokasinya sangat jauh tanpa menyebutkan secara detail, wilayah yang dimaksudkan. <br /><br />"Tenaga yang dimiliki belum memadai untuk melakukan pengawasan intensif serta pemberian sanksi kepada pelanggar, belum lagi lokasinya yang jauh,"sambungnya.<br /><br />Dikatan Agus, banyaknya pelanggaran rata-rata dilakukan pihak perusahaan perkebunan dalam pembukaan lahan dan pembangunan pabrik pengolahan. Padahal setiap pembangunan usaha, baik perusahaan maupun perorangan disarankan untuk membuat izin lingkungan, sebelum izin-izin lain diterbitkan.<br /><br />“Kalau untuk bengkel kita beri SPPL (surat pengelolaan pemantau lingkungan), untuk usaha peternakan kita beri izin UPPL (upaya pengelolaan pemantau lingkungan ), untuk usaha perhotelan SPPL,” jelas Agus<br /><br />Lain halnya dengan perusahaan, lanjutnya, sebagai wujud dari pengendalian lingkungan diwajibkan untuk mengantongi Amdal, baik dari pabrik pengolahan maupun perkebunan kalau perusahaan sawit, termasuk untuk usaha lainnya. <br /><br />"Jadi apapun bentuk usahanya yang menyangkut percemaran lingkungan wajib mengantongi ijin Amdal,"tegasnya. <strong>(phs)</strong></p>