Kotabaru Lakukan Yudicial Review Rebut Kembali Lari-Larian

oleh

Pemkab Kotabaru bersama Pemprov Kalimantan Selatan akan menggunakan haknya untuk melakukan uji materil "Judicial Review" ke Mahkamah Agung sebagai upaya merebut kembali Pulau Lari-larian yang menurut Permendagri No.43 Tahun 2011, masuk Sulawesi Barat. <p style="text-align: justify;">Anggota Tim Koordinasi Penyelesaian Pulau Lari-larian Taufik Rifani MHum, Jumat, mengatakan, terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011, tentang Wilayah Administrasi Pulau Lari-Larian yang masuk Sulawesi Barat itu sangat tidak prosedural.<br /><br />"Bahkan keputusan tersebut sangat primatur," tegas Rifani.<br /><br />Rifani menegaskan, berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang No.1 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengesahan Batas Daerah, untuk menentukan batas wilayah suatu daerah harus melalui sedikitnya enam tahapan.<br /><br />Tahapan pertama, pemerintah dalam hal ini Dirjen bersama pihak terkait harus melakukan penelitian dokumen.<br /><br />Kedua, melakukan pelacakan batas, ketiga, pemasangan patok di titik acuan, keempat, penetuan titik awal dan garis dasar di laut, kelima, melakukan pengukuran dan penetapan batas serta keenam, pembuatan peta batas.<br /><br />Selanjutnya, pada ayat tiga dijelaskan, setiap tahapan yang dilakukan, harus dituangkan dalam berita acara kesepakatan.<br /><br />Kalau tidak ada berita acara kesepakatan, berarti mekanismenya seperti yang dituangkan pada pasal 10 di atas tidak dijalankan oleh Kementerian Dalam Negeri.<br /><br />"Jadi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri hanya tahap penelitian dokumen atau tahap pertama," terang Rifani.<br /><br />Itupun berdasarkan pasal 11, yang dimaksud penelitian dokumen adalah penelitian peraturan perundang-undangan tenteng pembentukan daerah dan dokumen lain yang disepakati oleh daerah yang bersangkutan.<br /><br />Tahapan pertama itupun baru setengah jalan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri.<br /><br />"Artinya sangat tidak prosedural atau tergesa-gesa dalam menetapkan Kepmendagri 43/2011," tandasnya.<br /><br />Rifani menambahkan, secara geografi, selat Sulawesi yang memisahkan dataran Kalimantan dengan Sulawesi terdapat palong laut yang seharusnya dijadikan bukti rujukan, bahwa kedua pulau tersebut dipisahkan oleh batas alam.<br /><br />Di mana Pulau Kalimantan dan Pulau Lari-Larian berada pada paparan Sunda sebelah barat. Sedangkan Pulau Sulawesi berada di paparan Sahui, sebelah timur palung.<br /><br />Sementara itu, peryataan yang disampaikan Bagian Humas Kementerian Dalam Negeri yang akrap disapa Donni bahwa, terbitnya Kepmendagri 43/201 di antaranya merujukan UU No.26/2004 tentang Pembentukan Sulawesi Barat, itu tidak sesuai.<br /><br />Karena, ternyata setelah ditelaah UU No.26/2004 tidak menyebutkan batas-batas wilayah yang jelas.<br /><br />"Hanya menyebutkan batas wilayah agak ke utara sedikit yang berbatasan dengan Kabupaten Paser Utara, sedangkan ke arah Kotabaru, menyebutkan hanya berbatasan dengan Selat Makassar begitu saja, lantas mana yang dijadikan rujukan yang tepat," imbuhnya.<br /><br />Selain itu, peta yang dijadikan dasar juga hanya peta sketsa (peta buta), tidak ada titik kordinat, kalau itu dijadikan dasar sangat aneh.<br /><br />Dan seharusnya Kementerian Dalam Negeri menggunanakan dasar enam tahapan pada UU 1/2006.<br /><br />Adapun untuk merebut kembali Lari-Larian ke wilayah Kotabaru, langkah yang sangat tepat dilakukan Pemkab Kotabaru bersama Pemprov Kalimantan Selatan akan menggalang kekuatan untuk melakukan Yudicial Review ke Mahkamah Agung.<br /><br />Perintah Provinsi bersama Pemkab Kotabaru akan melakukan nanti malam mengajukan "yudicial review" ke MA untuk uji materil Permendagri No.43 Tahun 2011.<br /><br />Uji materil terhadap beberapa undang-undang terkait, termasuk komparasi dengan Permendagri No.1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah dan administrasi lainnya.<br /><br />Karena ini Permendagri bersifat peraturan bukan Kepmendagri bersifat keputusan, jadi pengujianya melalui uji materil atau yudicial review.<br /><br />"Sesegera mungkin, setelah melengkapi fakta yuridis, kami melakukan Yudicial Review ke MA," paparnya.<br /><br />Sebelumnya, H Akhmad Rivai MSi, saat menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kotabaru, memastikan bahwa, Pulau Lari-larian, yang memiliki deposit minyak dan gas bumi, berada di wilayah Kotabaru.<br /><br />"Jika ada daerah lain yang mengklaim Lari-larian itu masuk wilayah Sulawesi Barat itu tidak benar, karena berdasarkan bukti-bukti pulau tersebut berada di wilayah Kotabaru," katanya.<br /><br />Rivai menolak tegas bahwa, Lari-larian masuk ke wilayah Sulawesi Barat karena berdasarkan Bakosurtanal pulau tersebut telah jelas menjadi bagian wilayah Kotabaru.<br /><br />Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kotabaru, H Muhammad Ansyar Nur, sependapat dengan Kadistamben bahwa Lari-larian termasuk bagian wilayah Kotabaru.<br /><br />"Berdasarkan publikasi Adimiralty Notices to Mariners edisi mingguan ke 53 tanggal 31 Agustuss 2006 (diterbitkan UK-Hydrographic Office, Inggris) lari-larian termasuk dalam kelompok Pulau Laut dan Pulau kalimantan," ujarnya.<br /><br />Selain itu, Lari-Larian juga merupakan daerah navigasi Administrasi Pelabuhan Kalimantan Selatan termasuk peta Neraca Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru terbitan Bakosurtanal.<br /><br />Seperti yang tertuang dalam SK Bupati no.471/2006 tentang penegasan Pulau Lari-larian sebagai wilayah Kotabaru.<br /><br />Sementara itu, Pulau Lari-Larian yang memiliki panjang sekitar 340 meter dengan lebar sekitar 146 meter atau total luas 3,5 hektare tersebut terletak di koordinat LS 03 drajat 32’53" dan BT 117 drajat 27’14".<br /><br />Pulau tersebut berjarak dengan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru sekitar 60 mil laut dengan Pulau Sambergelap Kotabaru sekitar 40 mil laut dan dengan wilayah Sulawesi Barat sekitar 80 mil laut.<br /><br />Namun saat ini, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 43 Tahun 2011 tentang wilayah administrasi Pulau Lari-Larian masuk Sulawesi Barat.<br /><br />Penetapan Kepmendagri tersebut 29 September 2011 dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM dalam Lembaran Negara Nomor 624 Tahun 2011 tanggal 7 Oktober 2011. <strong>(phs/Ant)</strong></p>